Payung memang berfungsi sebagai pelindung tubuh dari hujan dan panas. Namun, ketika motif lukisan menghiasi bagian atasnya, payung bukan lagi sekadar barang fungsional. Payung bisa menjadi salah satu kerajinan bernilai jual tinggi.Media seni lukis kini tak hanya tertoreh pada selembar kanvas. Belakangan, perajin dan seniman lukis berkreasi di atas barang-barang fungsional. Seperti kaos, sepatu, tas, hingga payung. Nunung Pambudi, salah seorang perajin payung yang melihat peluang bisnis ini. Pemilik Galeri Payung Honocoroko di Yogyakarta ini menilai potensi payung lukis sebagai hiasan sangat tinggi dan pasarnya terus berkembang. "Dulu permintaan hanya berasal dari Yogyakarta dan Jawa Tengah. Kini, pesanan datang hampir dari seluruh Indonesia," tutur Budi, sapaan akrab Nunung Pambudi. Hal senada diungkapkan Tatang Erawan, pemilik Pusat Kerajinan Payung Rajapolah di Jakarta, yang merupakan produsen spesialis payung lukis berbahan kertas. Ia bilang, bisnis ini masih cukup potensial. Maklum, pemainnya belum sebanyak industri kerajinan lain, seperti batik dan keramik. Sama seperti Nunung, konsumen payung Tatang sudah menyebar ke seluruh Indonesia. "Pesanan terbanyak berasal dari Bali dan Jakarta." katanya. Tak seperti payung yang biasa dipakai untuk melindungi kepala dari hujan atau panas, payung lukis banyak digunakan sebagai dekorasi pelaminan, hiasan dalam rumah atau sekadar barang suvenir. Tak jarang, payung ini diburu kolektor benda seni. Meski begitu, ada juga payung lukis yang tetap mengutamakan fungsinya. Karena berbahan kain, payung produksi Honocoroko bisa berfungsi layaknya sebuah payung. Namun, lantaran lebih banyak dipakai sebagai hiasan, keawetan payung lukis ini tak dapat disetarakan dengan payung biasa. Nilai lebih payung lukis lainnya adalah pembuatannya yang tetap mengandalkan tangan, sehingga lebih detil. Biasanya, payung ini menggunakan bahan penyangga yang terbuat dari kayu, dan bukan besi seperti terdapat pada payung umumnya. Lantaran pengerjaan secara manual dan sentuhan lukisan di bagian atas payung itu, harga payung lukis lebih mahal. Budi membanderol produknya Rp 40.000 - Rp 300.000. Label harga ini tergantung dari ukuran, jenis bahan serta motif yang melekat pada payung. Dalam sebulan, Budi mampu memproduksi sekitar 200 payung lukis. Dia bilang, payung-payung itu selalu terjual habis. Tak heran, dalam sebulan, dia mengumpulkan omzet Rp 20 juta - Rp 30 juta. Berbeda dengan Budi yang sudah menjual ratusan payung lukis tiap bulan, produksi payung lukis di bengkel Tatang masih mungil. Dalam sebulan, dia baru memproduksi sekitar 50 payung. Namun, jika ada pesanan khusus, dia bakal memperbesar kapasitas produksi payungnya. "Terutama jika ada klien-klien khusus," imbuhnya. Maklum, sering secara tiba-tiba, klien memesan 30 hingga 50 payung sekaligus. Meski produksinya masih kecil, omzet Tatang lumayan. Dalam sebulan, penjualan payung lukis di gerai Rajapolah bisa mencapai Rp 15 juta. Selain dari pasar domestik, Budi juga kerap mendapat permintaan dari luar negeri. Sayang, biaya pengiriman yang masih mahal memberatkan niatnya untuk mengekspor payung lukis karyanya. "Jika dihitung, ongkos kirim ke luar negeri setara dengan biaya empat kali produksi payung ini," jelasnya. Karena itu, sampai saat ini Budi masih fokus pada pasar lokal sembari terus berkreasi pada motif-motif lukisan yang baru. "Supaya payung-payung ini lebih menarik," kata lelaki yang kini memperkerjakan 10 orang perajin payung lukis di tempatnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Indahnya untung dari payung berhias lukisan cantik
Payung memang berfungsi sebagai pelindung tubuh dari hujan dan panas. Namun, ketika motif lukisan menghiasi bagian atasnya, payung bukan lagi sekadar barang fungsional. Payung bisa menjadi salah satu kerajinan bernilai jual tinggi.Media seni lukis kini tak hanya tertoreh pada selembar kanvas. Belakangan, perajin dan seniman lukis berkreasi di atas barang-barang fungsional. Seperti kaos, sepatu, tas, hingga payung. Nunung Pambudi, salah seorang perajin payung yang melihat peluang bisnis ini. Pemilik Galeri Payung Honocoroko di Yogyakarta ini menilai potensi payung lukis sebagai hiasan sangat tinggi dan pasarnya terus berkembang. "Dulu permintaan hanya berasal dari Yogyakarta dan Jawa Tengah. Kini, pesanan datang hampir dari seluruh Indonesia," tutur Budi, sapaan akrab Nunung Pambudi. Hal senada diungkapkan Tatang Erawan, pemilik Pusat Kerajinan Payung Rajapolah di Jakarta, yang merupakan produsen spesialis payung lukis berbahan kertas. Ia bilang, bisnis ini masih cukup potensial. Maklum, pemainnya belum sebanyak industri kerajinan lain, seperti batik dan keramik. Sama seperti Nunung, konsumen payung Tatang sudah menyebar ke seluruh Indonesia. "Pesanan terbanyak berasal dari Bali dan Jakarta." katanya. Tak seperti payung yang biasa dipakai untuk melindungi kepala dari hujan atau panas, payung lukis banyak digunakan sebagai dekorasi pelaminan, hiasan dalam rumah atau sekadar barang suvenir. Tak jarang, payung ini diburu kolektor benda seni. Meski begitu, ada juga payung lukis yang tetap mengutamakan fungsinya. Karena berbahan kain, payung produksi Honocoroko bisa berfungsi layaknya sebuah payung. Namun, lantaran lebih banyak dipakai sebagai hiasan, keawetan payung lukis ini tak dapat disetarakan dengan payung biasa. Nilai lebih payung lukis lainnya adalah pembuatannya yang tetap mengandalkan tangan, sehingga lebih detil. Biasanya, payung ini menggunakan bahan penyangga yang terbuat dari kayu, dan bukan besi seperti terdapat pada payung umumnya. Lantaran pengerjaan secara manual dan sentuhan lukisan di bagian atas payung itu, harga payung lukis lebih mahal. Budi membanderol produknya Rp 40.000 - Rp 300.000. Label harga ini tergantung dari ukuran, jenis bahan serta motif yang melekat pada payung. Dalam sebulan, Budi mampu memproduksi sekitar 200 payung lukis. Dia bilang, payung-payung itu selalu terjual habis. Tak heran, dalam sebulan, dia mengumpulkan omzet Rp 20 juta - Rp 30 juta. Berbeda dengan Budi yang sudah menjual ratusan payung lukis tiap bulan, produksi payung lukis di bengkel Tatang masih mungil. Dalam sebulan, dia baru memproduksi sekitar 50 payung. Namun, jika ada pesanan khusus, dia bakal memperbesar kapasitas produksi payungnya. "Terutama jika ada klien-klien khusus," imbuhnya. Maklum, sering secara tiba-tiba, klien memesan 30 hingga 50 payung sekaligus. Meski produksinya masih kecil, omzet Tatang lumayan. Dalam sebulan, penjualan payung lukis di gerai Rajapolah bisa mencapai Rp 15 juta. Selain dari pasar domestik, Budi juga kerap mendapat permintaan dari luar negeri. Sayang, biaya pengiriman yang masih mahal memberatkan niatnya untuk mengekspor payung lukis karyanya. "Jika dihitung, ongkos kirim ke luar negeri setara dengan biaya empat kali produksi payung ini," jelasnya. Karena itu, sampai saat ini Budi masih fokus pada pasar lokal sembari terus berkreasi pada motif-motif lukisan yang baru. "Supaya payung-payung ini lebih menarik," kata lelaki yang kini memperkerjakan 10 orang perajin payung lukis di tempatnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News