Indef Beri Alarm Berbahaya, Kejayaan Industri Tekstil Terancam Berakhir



KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Industry Trade and Investment (INDEF) memberikan alarm tanda bahanya terhadap industri tekstil mengingat semakin besar gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi.

Head of Center of Industry Trade and Investment INDEF Andry Satrio Nugroho mengatakan bahwa jumlah tenaga keja yang mengalami PHK dari Januari hingga Juni 2024 mengalami lonjakan yang cukup tinggi dibandingkan tahun sebelumnya.

Berdasarkan data laporan bulanan Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Ditjen PHI dan Jamsostek), hingga Juni 2024 jumlah PHK mencapai lebih dari 30 ribu orang. Padahal pada Juni 2024 hanya sekitar 25 ribuan orang yang ter-PHK.


Baca Juga: Badai PHK dan Kontraksi Manufaktur Bisa Perlambat Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

"PHK yang tentunya menurut kami ini adalah alarm, sinyal tanda bahaya di mana kita melihat bahwa capaian tenaga kerja ter-PHK dari Januari hingga Juni ini capaiannya cukup tinggi dibandingkan tahun sebelumnya," ujar Andry dalam Webinar INDEF, Kamis (8/8).

Kondisi tersebut membuat dirinya memperkirakan ada sesuatu yang tidak beres terjadi pada perekonomian Indonesia tahun ini, mengingat jumlah PHK yang mengalami lonjakan. Bahkan PHK banyak terjadi di pusat-pusat sentra industri seperti DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat dan Jawa Tengah.

"Kami melihat ada yang tidak beres di tahun ini. Banyak wilayah PHK terbesar berada di pusat-pusat sentra industri," katanya.

Baca Juga: Industri Manufaktur Dibayangi Tekanan pada Semester I-2024

Andry mengungkapkan, mayoritas PHK banyak terjadi di industri tekstil dan pakaian jadi. Padahal, industri tersebut merupakan salah satu penggerak perekonomian, namun saat ini mengalami tekanan yang cukup besar.

"Setelah kami lihat salah satu diantaranya yang menyumbang cukup besar dalam hal ini industri tekstil dan pakaian jadi. Kita cukup berjaya ketika berbicara tekstil, produk dari tekstil dan pakaian jadi di masa lalu. Tapi yang menjadi pertanyaan di hari ini, sektor-sektor yang strategis padat karya justru mendapatkan tekanan yang paling besar," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Putri Werdiningsih