INDEF: Jangan cepat puas neraca dagang September 2018 surplus



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Pusat Statistik (BPS) hari ini, Senin (15/10) mengumumkan kinerja neraca perdagangan Indonesia.

Dari data yang dirilis BPS menunjukkan bahwa pada bulan September 2018 terjadi surplus perdagangan internasional sebesar US$ 227 juta.

Kendati hal tersebut menggembirakan dan bisa mengurangi tekanan ke nilai tukar rupiah, sejumlah ekonom menilai pemerintah jangan cepat puas dahulu.


Berly Martawardaya, Ekonom UI sekaligus Direktur Program INDEF mengingatkan, proporsi surplus hanya 1,5% dari total ekspor bulan September 2018.

Menurut Berly, surplus terjadi karena impor menurun 13,3 % yang lebih tinggi dari penurunan ekspor sebesar 6,3%. "Jadi bukan karena peningkatan ekspor lebih tinggi dari pada peningkatan impor," kata Berly kepada Kontan.co.id, Senin (15/10).

Kalau ditelaah lebih dalam, lanjut Berly, maka dibanding Agustus 2018 semua tipe perdagangan internasional di September 2018 mengalami penurunan: expor migas turun 12,8 %, expor non-migas turun 5,6 %, impor migas turun 25,2 % dan impor non migas turun 10,7%.

Penurunan impor mesin, mekanik dan listrik sebesar US$ 405,5 juta adalah berkurangnya impor bahan modal/baku yang produktif.

Neraca non migas September 2018 surplus US$ 1,3 miliar tapi neraca migas masih defisit US$ 1,07 miliar yang perlu diakui lebih kecil dibanding bulan Agustus yang defisit US$ 1,55 miliar.

Adapun neraca dagang Januari-September 2018 masih defisit sebesar US$ 3,79 miliar yang hanya tertolong sedikit dengan surplus bulan September.

Untuk menjaga surplus neraca dagang, khususnya migas, jangka panjang di periode naiknya harga minyak dunia, maka dibutuhkan upaya sistematis dan konsisten pemerintah.

Dari segi supply, iklim usaha dan tata niaga migas perlu diperbaiki untuk mendorong investasi dan eksplorasi migas.

Dari segi demand, dicoretnya anggaran trem di Surabaya, derasnya investasi pabrik mobil berbahan bakar fosil dan belum jelasnya kebijakan mobil listrik akan meneguhkan sinyal dan ekspektasi akan terus meningkatnya konsumsi BBM dan impor migas Indonesia di masa mendatang. "Sehingga bergantung pada masuknya capital inflow untuk menjaga nilai tukar rupiah," tandas Berly.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia