Indef: Neraca perdagangan akan terus defisit hingga akhir tahun



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tren defisit neraca perdagangan diprediksi akan terus terjadi hingga akhir tahun. Pada bulan September 2018 pun, Bhima Yudhistira, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), memprediksi defisit sebesar US$ 1 miliar sampai US$ 1,5 miliar.

Ekspor akan mengalami defisit 0,97% month-on-month (MoM), sedangkan terhadap tahun sebelumnya tumbuh 5,1% year-on-year (YoY).

"Kinerja ekspor tumbuh tapi melambat karena imbas proteksi dagang terutama dari India yang menaikkan bea masuk produk CPO asal Indonesia," ungkap Bhima kepada Kontan.co.id, Sabtu (13/11).


Pemulihan permintaan barang mentah untuk industri di negara seperti China dan Eropa masih dirasa lambat seiring data produksi manufaktur di negara tersebut rendah.

Pada sisi impor akan mengalami defisit 1,96% MoM, dan pertumbuhan terhadap tahun sebelumnya sebesar 29,5% YoY.

Dari sisi impor, defisit perdagangan disebabkan oleh naiknya nilai impor bahan bakar minyak (BBM). "Kondisi tersebut berkaitan dengan pelemahan kurs rupiah dan naiknya harga minyak acuan brent pada bulan September sebesar 9%," jelasnya.

Impor barang non migas khususnya kategori barang konsumsi masih tumbuh. Dampak PPh Pasal 22 ada, namun masih membutuhkan waktu dari sisi importir untuk melakukan penyesuaian.

Di sisi yang lain bahan baku dan barang modal untuk keperluan infrastruktur masih mendorong terjadinya impor. Sebagai catatan, barang impor tertinggi didominasi untk kebutuhan infrastruktur yakni mesin, peralatan listrik dan besi baja. "Tanpa adanya rem proyek infrastruktur yang tengah berjalan, imbas ke defisit non migas nya terus terjadi," jelasnya.

Bhima juga memprediksi total defisit perdagangan 2018 adalah US$ 9,5 miliar. Tren defisit berlanjut seiring naiknya permintaan domestik terhadap barang-barang impor jelang Natal dan tahun baru.

Faktor musiman lain adalah permintaan barang impor untuk bahan baku dan penolong industri juga naik. Industri mengejar target untuk produksi awal tahun 2019 dan menghindari pelemahan kurs lebih dalam sehingga impor November dan Desember berpotensi naik tinggi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati