Indef: Perusahaan Konstruksi Swasta Cari Proyek yang Pasti Untung, Beda dengan BUMN



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Institute For Development of Economics and Finance (Indef) menanggapi persoalan utang perusahaan BUMN Konstruksi yang menumpuk dipicu oleh banyaknya penugasan yang dalam jangka pendek belum menguntungkan untuk perusahaan BUMN Konstruksi.

"Perlu dilihat detail kemampuan keuangan BUMN sebelum diberi amanah untuk penugasan, karena kalau terus merugi maka akan memengaruhi kinerja usaha yang sudah menguntungkan (di luar penugasan)," kata Deputy director Indef Eko Listiyanto kepada Kontan, Minggu (12/2).

Maklum saja kecenderungan perusahaan BUMN konstruksi mendapatkan proyek-proyek strategis secara politik namun masih perlu jangka panjang untuk keuntungannya, belum lagi hal tersebut juga dilakukan karena adanya penugasan.


Baca Juga: Utang Jumbo BUMN Karya Dipicu Kebutuhan Modal Kerja untuk Proyek Baru

"Untuk proyek yg strategis secara politik namun masih perlu jangka panjang untuk keuntungan biasanya hanya BUMN yang mau ambil, itu pun karena penugasan," kata Eko.

Sementara itu jika melibatkan perusahaan konstruksi swasta dalam proyek strategis pemerintah, perusahaan swasta belum tentu mau, karena dalam memilih proyek pada umumnya mereka telah menilai terkait dengan keuntungannya, jika dianggap menguntungkan, maka perusahaan konstruksi swasta ini akan ikut dalam proyek tersebut.

"Pihak swasta hanya akan masuk ke proyek yang sudah cukup jelas keuntungannya, jadi kalo sudah jelas umumnya mereka segera ikut joint," kata Eko.

Terpantau beberapa perusahaan konstruksi swasta memiliki utang yang lebih sehat atau menurun jumlah per tahunnya jika dilihat dari laporan liabilitas jangka pendeknya, seperti PT Acset Indonusa Tbk (ACST) yang memiliki liabilitas jangka pendek sebesar Rp 1,26 triliun di kuartal ketiga 2022, jumlah ini menurun 2,32% secara tahunan (YoY) dari sebelumnya sebesar Rp 1,29 triliun di 2021.

ACST menargetkan raihan kontrak baru bisa tumbuh 10% di sepanjang 2023. Adapun di sepanjang 2022, perseroan mencatatkan total kontrak baru mencapai Rp 2 triliun.

Baca Juga: Adhi Karya (ADHI) Incar Pertumbuhan Pendapatan 10%-15% Tahun Ini

Sementara itu dari PT Total Bangun Persada Tbk (TOTL) memiliki liabilitas jangka pendek sebesar Rp 1,60 triliun di kuartal ketiga 2022, jumlah ini meningkat 23% secara tahunan (YoY) yang sebesar Rp 1,30 triliun di 2021. Untuk Tahun 2023, TOTL optimistis bisa memenuhi target kontrak baru sebesar Rp 2,6 triliun.

Sebagai informasi, per akhir tahun 2022, TOTL mencatatkan realisasi kontrak baru sekitar Rp 2,58 triliun atau lebih tinggi dibandingkan target kala itu sebesar Rp 2 triliun.

PT Nusa Raya Cipta Tbk (NRCA) mencatatkan liabilitas sebesar Rp 1,30 triliun di kuartal ketiga 2022, jumlah ini naik secara tahunan naik 46% dari tahun 2021 yang sebesar Rp 890,54 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .