Indef: Regulasi angkutan online harus berkeadilan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Putusan Mahkamah Agung No. 37 P/HUM/2017 (PMA.37/2017) yang menganulir 18 poin dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. 26/2017 (Permenhub 26/2017) tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umun Tidak Dalam Trayek memicu kegamangan. Hal itu berujung meningginya tensi antara operator angkutan umum konvensional dengan angkutan berbasis aplikasi atau taksi online.

Gelombang aksi penolakan taksi online oleh operator angkutan umum konvensional kembali mencuat di beberapa daerah. Bahkan, pemerintah Provinsi Jawa Barat mengeluarkan imbauan larangan beroperasinya angkutan online sampai revisi PM.26/2017 selesai dan dikeluarkan pada tanggal 1 November 2017 demi menjaga situasi tetap kondusif.

Maraknya penolakan dan pelarangan terhadap angkutan online sebenarnya bermuara pada kesalahpahaman banyak pihak atas status angkutan online, terutama yang beroda empat pasca keluarnya PMA.37/2017.


Mengutip siaran pers dari Institute for Development of Economics & Finance (INDEF), banyak yang berkesimpulan bahwa dengan keluarnya PM.37/2017, angkutan online roda empat, atau Angkutan Sewa Khusus (ASK), menjadi tidak punya dasar hukum alias ilegal. Ini adalah pemahaman yang keliru, karena keluarnya PMA.37/2017 tidak menghapus Permenhub yang menjadi dasar hukum ASK, sehingga tidak ada masalah legalitas atas operasi ASK.

Penolakan apalagi pelarangan operasi angkutan online jelas berdampak negatif bagi ekonomi masyarakat. Ada ratusan ribu angkutan online yang akan kehilangan mata pencahariannya di seluruh Indonesia jika penolakan dan pelarangan terus terjadi, " ujar Berly Martawardaya, Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), dalam diskusi yang bertajuk "Mengurai Benang Kusut Regulasi Angkutan Online Pasca Putusan Mahkamah Agung," di Jakarta, Selasa (17/10).

Untuk itu Berly berharap pemerintahnantinya mampu melahirkan kerangka peraturan yang kredibel, komprehensif dan adil bagi semua pihak agar tidak ada lagi uji materil terhadap peraturan yang dikeluarkan yang menyebabkan konflik sosial di lapangan.

Di antara poin-poin yang dicabut oleh PMA.37/2017 adalah soal pengaturan tarif batas atas dan bawah serta penentuan kuota jumlah kendaraan ASK. Mekanisme penentuan harga angkutan online sebelum adanya Permenhub 26/2017 yang mengatur soal tarif sudah menerapkan sistem dynamic pricing yang bergerak fleksibel mengikuti supply dan demand.

Tarif bawah bisa ditetapkan dengan memperhitungkan biaya bensin, asuransi kendaraan dan UMR lokal untuk menghindari predatory pricing dan eksploitasi pengemudi serta memberi jaminan pengobatan bila terjadi kecelakaan. 

"Soal kuota seharusnya jika tarif sudah diatur tidak perlu lagi ada pengaturan kuota jumlah kendaraan. Pengemudi ASK tidak akan terus beroperasi bila sudah terlalu banyak armada sehingga pendapatannya tidak memadai," kata Berly.

Ia juga menyatakan revisi Permenhub 26/2017 harus tetap mengatur secara tegas aspek-aspek terkait keamanan dan keselamatan penumpang dan pengemudi. Maka, aturan-aturan seperti kewajiban uji KIR dan asuransi bagi penumpang dan pengemudi tetap harus menjadi bagian dari peraturan baru yang akan dikeluarkan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini