KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja indeks bahan baku dasar atau
basic materials terus melaju kencang. Ketidakpastian global yang memicu kenaikan harga komoditas dinilai jadi pendorongnya. Sejak awal tahun hingga Kamis, (18/9/2025), indeks basic materials telah melaju 38,31%
year to date (YtD). Angka ini menempatkan indeks tersebut di posisi kedua setelah indeks teknologi yang melesat paling kencang, yakni 168,90% YtD.
Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta menilai, penguatan indeks ini dipicu oleh ketidakpastian global yang terus meningkat. Katalis ini bahkan terus memacu harga emas dunia menembus rekor barunya.
“Terlebih lagi The Fed sudah melonggarkan kebijakan moneternya yang menyebabkan depresiasi dolar AS dan pengalihan aset investasi ke
safe haven,” ujar Nafan kepada Kontan, Kamis (18/9/2025).
Baca Juga: Indeks Saham Bahan Baku Melemah, Analis Rekomendasikan Sejumlah Saham Ini Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia, Miftahul Khaer menambahkan, proyek hilirisasi mineral dan ekspansi kapasitas produksi emiten besar juga turut memperkuat prospek fundamental emiten di sektor ini. Selain itu, kinerja keuangan semester I-2025 sejumlah emiten juga jadi katalis pendukung optimisme investor terhadap sektor ini. Miftah melihat, saham yang menjadi pendorong sektor
basic materials datang dari saham emiten mineral dasar, seperti PT Aneka Tambang Tbk (
ANTM) dan PT Vale Indonesia Tbk (
INCO). Hingga hari ini, harga kedua sahamnya sudah melesat 124,26% dan 10,22% YtD. Sedangkan dari subsektor tambang, ada PT Bumi Resources Minerals Tbk (
BRMS) dan PT Timah Tbk (
TINS), yang telah menguat 60,40% dan 3,27% YtD. “Menjelang akhir tahun, kami kira sektor ini masih punya ruang penguatan, meski volatilitas harga komoditas juga tetap perlu dipantau,” imbuhnya.
Baca Juga: Hadapi Tantangan Harga Bahan Baku, Simak Rekomendasi Saham Mayora Indah (MYOR) Nafan memperkirakan, ada potensi kenaikan harga jual rata-rata (
average selling price), penjualan, maupun kinerja
top line para emiten di sektor ini. Apalagi, The Fed menurutnya akan lebih agresif dalam menentukan arah kebijakan moneternya pasca akhir masa jabatan bos Bank Sentral AS Jerome Powell tahun depan. Kinerja bisnis dan saham ANTM menurut Miftah akan sangat bergantung pada dorongan harga emas global dan proyek hilirisasi, sementara INCO bakal terpengaruh semangat transisi energi. Dus, Miftah merekomendasikan
hold saham ANTM dengan target harga dalam 12 bulan ke depan di Rp 4.000, dan
trading buy saham INCO dengan target harga Rp 4.300 per saham.
Sementara itu, Nafan merekomendasikan
accumulative buy saham AMMN dengan target harga Rp 8.225 dan
add atau
buy saham ANTM dengan target Rp 3.590 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News