Indeks Dolar AS Menguat, Mata Uang Asia Semakin Tertekan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks dolar melonjak mencapai level tertinggi dalam empat bulan terakhir. Penguatan dolar ini turut menyeret sejumlah mata uang Asia mengalami penurunan. 

Berdasarkan Trading Economics, Selasa (12/11) pukul 17.00 WIB, indeks dolar melonjak 0,34% ke level 105,823. Imbas penguatan tersebut, beberapa mata uang Asia pun turut  melemah. Diantaranya yen Jepang tercatat melemah 0,30%, yuan China terkoreksi 0,35%, dolar Singapura turun 0,42%, dan won Korea tergerus 0,51%.

Mengutip Reuters, Analis Pasar Keuangan di Capital.com, Kyle Rodda mengatakan bahwa penguatan indeks dolar AS didukung oleh ekspektasi kinerja ekonomi AS yang lebih baik, dan praktik perdagangan agresif dari Trump.


Baca Juga: Rupiah Jisdor Melemah 0,60% ke Rp 15.771 Per Dolar AS, Selasa (12/11)

Trump telah memperingatkan blok euro bahwa mereka akan membayar harga yang mahal karena tidak membeli cukup banyak barang ekspor Amerika, dengan mobil menjadi target khusus Presiden AS yang akan datang. Ia telah mengancam China dengan tarif sebesar 60%. Efek Trump ini juga membuat pasar mengurangi ekspektasi terhadap pemangkasan suku bunga The Fed pada pertemuan Desember.

"Pasar sedang mengurangi ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed dengan skala yang dipertanyakan," kata Rodda dikutip dari Reuters, Selasa, (12/11).

Menurut FedWatch Tool dari CME Group ekpektasi pemotongan suku bunga The Fed sebesar seperempat poin Desember berkurang sekitar 65% dari hampir 80% seminggu yang lalu.

Dengan kembalinya Trump untuk kedua kalinya ke Gedung Putih dan potensi kemenangan Partai Republik di Kongres juga memicu optimisme terhadap deregulasi dan pemotongan pajak, yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan memicu inflasi.

Baca Juga: Rupiah Ambruk, Dolar AS Menguat 2,3% Dalam Sepekan Hingga Selasa (12/11)

"Janji Trump untuk menaikkan tarif terhadap mitra dagang utama, terutama Tiongkok dan Uni Eropa, serta rencananya untuk memperketat imigrasi, menambah kekhawatiran terhadap tekanan inflasi," dikutip dari Trading Economics pada Selasa (12/11).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Putri Werdiningsih