KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks dolar kembali naik ke level 105 pasca data
non-farm payrolls (NFP) Amerika Serikat (AS) yang melebihi ekspektasi. Bagaimana efeknya ke rupiah? Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, setelah rilis data NFP AS terjadi pergeseran ekspektasi
timing pemangkasan pertama oleh the Fed. Sebelumnya ekspektasi pemangkasan terjadi di bulan September 2024, dan kini menjadi November 2024 (higher for longer). Besarannya pun mengecil. "Sebelumnya mayoritas dalam kisaran 25–50bps kini menjadi hanya 25bps." ujarnya kepada Kontan.co.id, Senin (10/6).
Baca Juga: Kompak, Rupiah Jisdor Melemah 0,44% ke Rp 16.290 Per Dolar AS Pada Senin (10/6) E
kspektasi pemotongan 75bps yang sebelumnya pasar masih melihat ada kemungkinan untuk terjadi, sekarang sudah tidak ada lagi. Namun, Josua sudah melihat dan mengantisipasi sebelumnya bahwa ruang pemotongan oleh the Fed akan terjadi hanya sekali sebesar 25bps dan pada Desember 2024 karena proses pelemahan ekonomi AS yang cenderung sangat gradual. Dengan data NFP AS, rupiah cenderung akan bertahan di atas level Rp 16.000 per dolar AS. Namun dalam minggu ini terdapat dua data penting di AS yang dapat mempengaruhi pergerakan rupiah kedepannya, yakni hasil
rapat FOMC bulan Juni terkait FFR dan update terkait proyeksi ekonomi AS, serta data inflasi AS untuk bulan Mei 2024. "Kami sendiri mengantisipasi bahwa FFR akan dipangkas sekali sebesar 25bps pada Desember 2024 dan BI akan cenderung mempertahankan BI-rate pada level 6,25% hingga akhir 2024," sebutnya.
Baca Juga: Loyo, Rupiah Spot Ditutup Melemah 0,53% ke Rp 16.283 Per Dolar AS Pada Senin (10/6) Penilai itu berdasar dengan berbagai risiko seperti pelebaran defisit transaksi berjalan (
Current Account Deficit/CAD) dan defisit fiskal, serta dampak positif dari proyeksi ekonomi Indonesia (faktor fundamental) serta kebijakan SRBI oleh BI. "Kami melihat rupiah pada akhir 2024 mampu bergerak ke arah Rp 15.900 – Rp 16.200," imbuhnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Putri Werdiningsih