Indeks dolar menyentuh level terendah sejak April 2018



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sikap pelaku pasar dalam mempertimbangkan pernyataan kebijakan terbaru bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve menekan indeks dolar ke level terendah sejak April 2018. Indeks yang mencerminkan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama dunia ini berada di 89,94 pada perdagangan Kamis (17/12), terendah sejak 20 April 2018. 

The Fed mengumumkan untuk mempertahankan suku bunga acuan di level rekor terendah mendekati nol yaitu 0%-0,25% setelah menyimpulkan pertemuan kebijakan akhir tahun ini. Komite pengaturan suku bunga the Fed juga mengatakan program pembelian obligasi pemerintah bulanan akan berlanjut sampai ekonomi membaik secara substansial. 

Research and Education Coordinator Valbury Asia Futures Nanang Wahyudin mengungkapkan, indeks dolar secara teknikal masih didera aksi jual, kendati ada potensi rebound cenderung terbatas. Itu karena, indeks greenback belum didukung oleh indikator parameter, seperti harga yang masih di bawah moving average 13 dan 26, MACD masih di zona negatif. 


Rebound tebatas ke area 91,03 merupakan double top terdekat, dengan target selanjutnya 91,44. Potensi support yang perlu diperhatikan di tahun depan adalah area 88,11. "Area tersebut akan menjadi target terdekat, karena beberapa sentimen bisa membawa indeks ke arah sana (support), yakni sentimen terkait stimulus moneter dan Brexit," kata Nanang kepada Kontan.co.id, Kamis (17/12). 

Baca Juga: Nilai tukar rupiah berpotensi menguat lagi jelang akhir pekan

Sementara itu, langkah The Fed memangkas suku bunga acuan mendekati nol sejak awal 2020 merupakan upaya mendukung pasar di tengah guncangan pandemi. Gubernur The Fed Jerome Powell mengatakan dalam konferensi pers bahwa ekonomi AS mungkin akan terus mendapat dukungan dari kebijakan fiskal dan moneter untuk pemulihan. 

Di samping itu, The Fed berjanji untuk terus menyalurkan uang tunai ke pasar keuangan untuk melawan resesi, bahkan ketika prospek 2021 membaik setelah peluncuran awal vaksin virus corona. 

Di samping itu, Partai Demokrat dan Republik sama-sama menyatakan telah menemukan titik temu stimulus yang akan diluncurkan. Dalam skema tersebut, stimulus utama bakal bernilai US$ 748 miliar dan ditujukan untuk pinjaman untuk usaha kecil dan menengah, perlindungan sosial untuk pengangguran, dan distribusi vaksin.

Baca Juga: IHSG turun saat BI rate tetap, dana asing masih mengalir ke pasar saham

Di sisi lain, sentimen kesepakatan Brexit mendorong minat pasar terhadap aset berisiko. Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen kemarin mengatakan bahwa Inggris dan Uni Eropa mendekati kesepakatan, meskipun diingatkan juga bahwa keberhasilan masih tidak ada jaminan terkait dengan perbedaan hak penangkapan ikan yang masih menimbulkan masalah. 

Bank of England (BoE) yang akan mengadakan pertemuan kebijakan terakhir tahun ini, diharapkan akan mempertahankan kebijakan di tengah ketidakpastian seputar negosiasi Brexit serta penyebaran virus. 

Terkait rupiah, Nanang menilai jika indeks dolar menyentuh level 88 belum cukup untuk menjamin rupiah bergerak menguat signifikan. Meskipun begitu, untuk tahun depan dia memprediksi mata uang Garuda bakal bergerak di rentang Rp 13.800 per dolar AS hingga Rp 14.500 per dolar AS.

"Potensi rupiah bergerak di bawah Rp 14.000 per dolar AS cukup berat karena situasi eksternal dan domestik yang belum cukup kuat untuk bertahan di bawah level tersebut. Kalaupun terjadi, itu tidak akan berlangsung lama," tandas Nanang.

Baca Juga: Mata uang di Asia menguat, rupiah ditutup ke level Rp 14.108 per dolar AS hari ini

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati