Indeks IDMA sentuh rekor tertinggi di 114,94



JAKARTA. Harga obligasi pemerintah terus mendaki. Indeks Inter Dealer Market Association (IDMA) pada perdagangan Kamis (19/1) ditutup naik 149 basis poin (bps) menjadi 114,94, dari hari sebelumnya di 113,45. Posisi ini merupakan rekor tertinggi IDMA sepanjang sejarah.Harga obligasi seri benchmark melesat, seperti seri FR0061 bertenor 10 tahun, yang dalam sehari naik 329 bps menjadi 111,16 pada Kamis (19/1). Ini juga merupakan harga tertingginya sepanjang masa. Begitu juga, dengan seri FR0058 bertenor 20 tahun, di mana harganya meroket sebesar 376 bps menjadi 117,64 pada periode yang sama.Analis obligasi Mega Capital, Ariawan menilai, likuiditas yang berlimpah di pasar domestik, sudah mulai banyak direalisasikan ke pasar obligasi Indonesia. Investor cenderung memasukkan dana segarnya ke surat utang negara (SUN) jangka panjang. "Ini lantaran adanya potensi kenaikan harga yang lebih tinggi lagi, dengan yield yang masih menarik di SUN jangka panjang," urainya, Jumat (20/1).Hanya saja pada penutupan pasar sekunder obligasi, baik obligasi pemerintah dan obligasi korporasi pada Kamis (20/1), volume transaksi justru turun. Data Penerima Laporan Transaksi Efek (PLTE) di Bursa Efek Indonesia (BEI) menunjukkan, volume transaksi surut 35,8% menjadi Rp 6,6 triliun, dari hari sebelumnya Rp 10,4 triliun. Frekuensi perdagangan juga turun 17,6% dari 807 transaksi, menjadi 665 transaksi.Corporate Secretary Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) Tumpal Sihombing menuturkan, seri SUN FR0058 masih menjadi seri obligasi pemerintah teraktif dengan total volume perdagangan sebesar Rp 1,7 triliun dan ditransaksikan 207 kali transaksi. Sementara, Obligasi Berkelanjutan I Adira Dinamika Multi Finance Tahap I Tahun 2011 Seri C (ADMF01CCN1) sebagai obligasi korporasi teraktif. Total volume perdagangan sebesar Rp 53 miliar dan ditransaksikan 15 kali.Tumpal bilang, kemarin, spread yield obligasi pemerintah bertenor pendek dengan tenor panjang semakin melebar. "Spread yield SUN bertenor 2 tahun dengan tenor 10 tahun sebesar 111 bps, dari hari sebelumnya 106 bps.Ariawan menyebut, dengan melebarnya spread tersebut menandakan investor sudah mulai beralih ke SUN jangka pendek, karena untuk tenor jangka panjang kini sudah kian langka. Investor memilih untuk menahan SUN jangka panjang, karena melihat potensi harga yang masih berpeluang tinggi," pungkasnya. "Akibatnya, volume perdagangan di pasar sekunder cenderung menurun seiring harga yang semakin tinggi," tukasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini