Indeks kepercayaan konsumen melesat



JAKARTA. Pemerintah sudah memastikan untuk tidak menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi tahun ini dan hanya meluncurkan paket kebijakan pembatasan BBM bersubsidi bagi kendaraan dinas milik instansi pemerintah. Keputusan pemerintah tersebut rupanya berdampak positif pada tingkat kepercayaan konsumen.

Alhasil, hasil survei indeks kepercayaan konsumen yang dirilis Danareksa Research Institute maupun Bank Indonesia (BI) menunjukkan, indeks keyakinan konsumen meningkat drastis pada bulan Mei lalu. Ambil contoh, survei dari Danareksa menyebutkan, indeks kepercayaan konsumen bulan Mei naik menjadi 91,3. Indeks ini melejit tinggi ketimbang indeks bulan sebelumnya yang hanya 83,4.

Begitu juga dengan survei yang dirilis BI menyatakan, indeks keyakinan konsumen meningkat dari 102,5 pada April menjadi 109 pada bulan Mei lalu. Ini menandakan, masyarakat semakin optimistis dengan perekonomian Indonesia.


Kepala Ekonom Danareksa Research Institute Purbaya Yudhi Sadewa menuturkan, membaiknya tingkat kepercayaan konsumen ini disebabkan karena kekhawatiran masyarakat terhadap kenaikan harga pangan sudah menurun. "Menurunnya kekhawatiran ini antara lain karena semakin kecilnya peluang kenaikan harga BBM bersubsidi di tahun ini," ujarnya, akhir pekan lalu.

Adapun hasil survei BI menyebutkan, membaiknya indeks keyakinan konsumen itu sebagai dampak dari kepastian penundaan kenaikan harga BBM bersubsidi oleh pemerintah. Keputusan tersebut membuat konsumen yakin kondisi ekonomi Indonesia dalam beberapa bulan ke depan masih tetap membaik.

Indikasi ini juga terlihat dari kenaikan indeks ekspektasi konsumen dalam enam bulan ke depan, dari 107,5 di bulan April menjadi 114,3 di bulan Mei 2012. Begitupun, survei Danareksa juga mencatat, indeks ekspektasi konsumen dalam enam bulan ke depan naik dari 95 menjadi 102,6.

Ekonom Samuel Sekuritas Lana Soelistyaningsih sependapat bahwa peningkatan indeks keyakinan konsumen pada Mei lalu memang terjadi akibat menurunnya ekspektasi masyarakat akan kenaikan harga BBM bersubsidi. "Sedangkan sekarang sudah ada penegasan dari pemerintah bahwa tidak ada kenaikan harga BBM dan hanya akan ada penghematan di kalangan pemerintah. Ini membuat kepercayaan masyarakat meningkat," ulasnya.

Pengamat ekonomi Universitas Atmajaya Jakarta Agustinus Prasetyantoko menambahkan, selama ini faktor domestic memang lebih banyak mendominasi pergerakan indeks keyakinan konsumen. Makanya, begitu pemerintah memastikan tidak ada kenaikan harga BBM bersubsidi, bisa segera meredakan ekspektasi inflasi tinggi di masyarakat. Ujung-ujungnya, masyarakat menjadi lebih percaya dengan kondisi ekonomi kita akan membaik.

Depresiasi rupiah

Namun, indeks kepercayaan konsumen tersebut bisa saja menurun pada bulan-bulan mendatang. Apalagi, kalau nilai tukar rupiah terus lemah lunglai menghadapi dollar Amerika Serikat.

Prasetyantoko mengatakan, melemahnya kurs rupiah bisa saja melemahkan pula daya beli masyarakat. “Sebab, depresiasi rupiah akan membuat barang impor semakin mahal," ujarnya.

Selain itu, gejolak nilai tukar rupiah juga berpotensi mengerek inflasi terutama dari barang impor (imported inflation). Bila inflasi bergerak naik, otomatis mengganggu daya beli masyarakat dan membuat ekspektasi inflasi naik kembali. Apalagi, jika fluktuasi nilai tukar rupiah berlangsung cukup lama.

Tapi, menurut Lana, pelemahan nilai tukar rupiah tidak berpengaruh secara langsung terhadap kepercayaan konsumen. Ia mengatakan, konsumen akan lebih sensitif dengan perkembangan ekonomi domestik. “Konsumen akan lebih peka apabila efeknya langsung berpengaruh ke sektor riil," imbuh dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie