KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) mencatat, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) bulan Juli 2021 menurun di posisi 80,2. Level ini berada di bawah posisi bulan Juni 2021 yang masih berada di area optimistis yakni 107,4. Survei Konsumen BI pada Juli 2021 itu mengindikasikan keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi tertahan seiring dengan kebijakan pengetatan mobilitas masyarakat untuk mengatasi peningkatan penyebaran varian Delta Covid-19. Ekspektasi terhadap kondisi perekonomian enam bulan ke depan juga masih terbatas, baik dari aspek kegiatan usaha maupun ketersediaan lapangan kerja.
Mencermati hasil IKK yang melorot, Analis Erdhika Elit Sekuritas Regina Fawziah tidak memungkiri, tekanan tersebut disebabkan oleh konsumsi dan mobilitas masyarakat yang terganggu pada periode Juli 2021. Kebijakan pengetatan pembatasan kegiatan masyarakat menekan daya beli masyarakat, sehingga berpengaruh terhadap berbagai sektor termasuk sektor ritel.
Baca Juga: Penjualan Distribusi Voucher (DIVA) naik 34% pada semester I, ini rekomendasi analis Tekanan diperkirakan masih akan berlanjut, apalagi PPKM level 4 kembali diperpanjang. Akan tetapi, kondisi emiten ritel diprediksi akan membaik setelah kuartal III berakhir. Dengan catatan, jumlah kasus harian terus menurun dan kebijakan PPKM yang ketat tidak diperpanjang lagi setelahnya. "Minimal dari kuartal IV hingga akhir tahun bisa ada perbaikan dari sektor ritel," ungkapnya kepada Kontan.co.id, Selasa (10/8). Sementara itu, Analis Henan Putihrai Sekuritas Silvia Loren Budiyanto mengatakan, IKK bulan Juli yang kembali ke level pesimis memang sudah diperkirakan sebelumnya. Ini memang dikarenakan faktor peningkatan kasus Covid-19 dan pengetatan pembatasan aktivitas masyarakat. "Saat ini kuncinya ada pada pelonggaran pembatasan dan penanganan pandemi untuk mendorong mobilitas dan
consumer confidence," ungkapnya kepada Kontan.co.id, Selasa (10/8). Sektor ritel menjadi salah satu sektor yang terdampak dengan lesunya IKK. Sebab, daya beli masyarakat kelas bawah masih lemah, sementara kepercayaan masyarakat kelas menengah ke atas juga menurun. Adapun emiten ritel yang terdampak paling signifikan adalah emiten yang tergolong dalam kategori produk non-esensial, Ini tidak terlepas dari adanya kebijakan penutupan gerai.
Baca Juga: Cek rekomendasi saham Astra International (ASII) setelah merilis kinerja kuartal II Terhadap emiten-emiten ritel, ia masih menerapkan
rating netral. Akan tetapi sebenarnya, PT Erajaya Swasembada Tbk (
ERAA) dianggap cukup menarik. "Target harga kami di Rp 800 per saham, karena produknya dan juga
market-nya kelas menengah ke atas," imbuh Silvia. Asal tahu saja, hingga penutupan perdagangan Selasa (10/8) harga saham ERAA berada di Rp 625 per saham. Harganya menguat sejak awal tahun hingga 42,05% ytd.
Editor: Tendi Mahadi