Indeks manufaktur Indonesia masih akan turun hingga Mei, ini penyebabnya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memprediksi indeks manufaktur atau purchasing managers index (PMI) Indonesia akan dalam tren penurunan sampai dengan Mei 2020.

Menkeu bilang hal ini didasari dampak corona virus disease 2019 (Covid-19) sehingga aktivitas industri dalam negeri harus membatasi ruang gerak. Sebab, kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang ditetapkan pemerintah diperpanjang hingga akhir bulan ini.

Tren PMI yang melandai juga dipengaruhi oleh koreksi impor. "Selain itu, Indonesia juga mengalami kontraksi impor 3,7% seiring dengan kontraksi dari industri manufaktur," kata Sri Mulyani dalam Rapat Kerja dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Senin (4/4).


Indeks manufaktur yang melemah berpotensi mengakibatkan penurunan ekonomi domestik secara keseluruhan. "Ini perlu langkah cepat untuk menciptakan bantalan sektor ekonomi dan keuangan," kata Sri Mulyani.

Baca Juga: DPR siap pasang badan bila Perppu 1/2020 digugat oleh masyarakat

Adapun data PMI Indonesia menunjukkan selama April tahun ini berada di level 27,5, turun drastis dari pencapaian bulan sebelumnya di level 45,3. Angka tersebut juga jadi yang terendah sejak 2011.

"Ini sudah parah di bawah level aman 50. PMI Indonesia mengalami penurunan paling dalam di Asean, bahkan di bawah Jepang dan Korea Selatan," ujar Menkeu.

Nah untuk menjaga level PMI tetap aman begitu juga dengan ekonomi domestik, pemerintah saat ini terus berupaya mengatasi Covid-19. Salah satunya melakukan pencegahan dan penanganan atas pandemik corona di pusat pandemik yang kini dikhawatirkan mulai bergeser ke daerah-daerah di Indonesia.

Pemerintah menganggap pusat krisis ekonomi berakar pada pandemi, makanya bidang kesehatan menjadi prioritas. "Jangan sampai Indonesia mengalami efek ping pong masuk lagi ke Jakarta dan keluar lagi ini jadi masalah menantang di daerah masing-masing," tegasnya.

Baca Juga: Sri Mulyani sebut outlook pembiayaan utang di 2020 sebesar Rp 1.439,8 triliun

Editor: Khomarul Hidayat