KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks manufaktur Indonesia di bulan November masuk level ekspansif setelah beradda di level 50,6. Ini menjadi yang pertama sejak Agustus 2020, indeks manufaktur ada di atas level 50. Sebagai pembanding, PMI Manufaktur Indonesia pada bulan Oktober berada di 47,8. Sementara bulan September dan Agustus berada di 47,2 dan 50,8. Analis Pilarmas Investindo Sekuritas Okie Ardiastama mengungkapkan, pelonggaran aktivitas pada pertengahan Oktober 2020 dan juga permintaan global yang perlahan pulih memberikan peluang perbaikan pada produktivitas. Perbaikan ini diiringi dengan meningkatnya
output industri dalam negeri.
"Dapat dikatakan saat ini sektor manufaktur telah memasuki fase ekspansi. Harapannya PMI manufaktur pada akhir tahun tetap berada di atas level 50," kata dia ketika dihubungi Kontan.co.id, Rabu (2/12).
Baca Juga: IHSG bullish, ini rekomendasi saham untuk hari ini (3/12) dari Samuel Sekuritas Kendati sudah ekspansif, Okie cenderung netral terhadap saham di sektor manufaktur. Sebab, ia masih mempertimbangkan kinerja di kuartal III dan kuartal IV untuk melakukan revisi rating pada sektor ini menjelang akhir tahun. Akan tetapi, Okie mengecualikan saham-saham manufaktur di subsektor barang konsumen. "Investor dapat mempertimbangkan
UNVR,
ICBP dan
INDF yang saat ini cukup
lagging," ujar dia. Menurut Okie, saham-saham itu dapat dilirik. Dia pun merekomendasikan
UNVR dengan target harga Rp 8.300,
ICBP dengan target harga Rp 11.800, dan
INDF dengan target harga Rp 7.925 per saham. Tidak jauh berbeda,
Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana menilai, kenaikan indeks manufaktur memang menambah daya tarik sektor manufaktur. Walaupun, mayoritas saham sesungguhnya tengah menarik saat ini karena terdorong sentimen
window dressing. Di antara saham sektor manufaktur yang ada, Wawan melihat
ASII,
INTP,
INKP,
KLBF, dan
INDF paling atraktif. Akan tetapi, ia tetap menjagokan saham di subsektor barang konsumen seperti KLBF dan INDF. Saat ini, KLBF dan INDF memiliki valuasi yang murah. Ia pun menyarankan beli keduanya dengan target harga Rp 1.600 untuk KLBF dan Rp 7.500 untuk INDF. Rekomendasi tersebut berlaku untuk jangka waktu satu hingga dua bulan mendatang. Sementara untuk jangka panjang, Wawan melihat kedua saham itu juga bisa menjadi alternatif. Hanya saja, investor tetap perlu mencermati kinerja yang nanti dirilis di bulan Maret 2021.
Baca Juga: IHSG diprediksi menguat pada Kamis (3/12), cermati saham ASII, BMRI, BBRI, WSKT, JSMR Walau kenaikan harga sahamnya dapat dipastikan lebih lebih tipis dibanding subsektor lain, saham-saham barang konsumen cenderung lebih defensif. Oleh karenanya, saham-sahamnya minim risiko di tengah beragam sentimen negatif yang membayangi pasar hingga tahun depan. "Manufaktur itu poinnya pertumbuhan ekonomi," ungkap Wawan. Ia menambahkan, pemulihan ekonomi masih berpotensi terjegal kelancaran vaksin Covid-19. Di sisi lain, tidak ada jaminan kondisi ekonomi langsung membaik ketika vaksin Covid-19 didistribusikan. Selain itu, masih dibutuhkan pendaan untuk mendorong aktivitas masyarakat nantinya. Investor pun masih menunggu kejelasan pelaksanaan UU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari