Indeks masih sulit pecahkan rekor baru



JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akhirnya kembali mengorbit ke level 4.000, kemarin (3/7). Begitu dibuka, indeks langsung berlari hingga akhirnya ditutup naik 1,46% ke posisi 4.049,89.

Seluruh sektor kompak menghijau, dipimpin oleh sektor agrikultur yang naik 2,5%, lalu consumer goods sebesar 2,18%, dan infrastruktur dengan kenaikan 2,08%. Investor asing mencatat beli bersih US$ 64,05 juta, atau total US$ 157,74 juta selama tiga hari perdagangan terakhir. Felix Sindhunata, Kepala Riset Henan Putihrai Securities, menilai, moncernya IHSG masih terdorong energi positif dari hasil Uni European Summit, pekan lalu.

Satrio Utomo, Kepala Riset Universal Broker Indonesia, menuturkan, tren bullish IHSG saat ini akan mengarah ke kisaran 4.150-4.232. "Kemarin, banyak saham yang ditutup menembus resistance. Artinya, potensi kenaikan masih besar utamanya saham batubara seiring reboundnya harga batubara," tandas Satrio.


Terbilang mahal

Namun, peluang IHSG memecahkan rekor terakhirnya di 4.224,89 (3/5), dinilai masih sulit terjadi dalam waktu dekat. Pasar masih menyimpan risiko tinggi. "Eropa masih jauh dari selesai, proses stabilitas baru disepakati tapi belum dimulai," kata Felix.

Dengan price earning ratio (PER) terakhir sebesar 20,44 kali, IHSG merupakan bursa saham termahal keempat di Asia setelah Shenzhen (China), Kospi (Korea Selatan), bursa Taiwan TSEC.

Bursa saham tetangga seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand, juga Hong Kong, memiliki PER di bawah 20 kali. "IHSG bahkan lebih mahal dari Dow Jones Industrial Average," kata Felix.

Satrio menambahkan, IHSG dalam lima tahun hingga delapan tahun terakhir ditutup dengan PER 16,5 kali. "Jadi, sebenarnya jika kita prediksi IHSG tertinggi di 4.500-4.700, itu konservatif," katanya.

Prediksi Satrio, IHSG akhir tahun ini ditutup di kisaran 4.500-4.750 dengan PER 16,5 kali. Sedangkan Felix memperkirakan, IHSG ada di 4.425 akhir tahun ini dengan PER sebesar 13,5 kali. "Saham konsumer layak koleksi," rekomendasi Felix.

Satrio merekomendasikan saham batubara untuk trading. Untuk jangka menengah panjang, saham sektor konsumsi, ritel, konstruksi, dan infrastruktur masih layak koleksi. “DJIA di semester II ini bisa positif, kita bisa ikut hijau," imbuhnya. n

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Ruisa Khoiriyah