Indeks return obligasi turun dipicu isu global



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Isu global memecah konsistensi kenaikan indeks return obligasi komposit alias Indonesia Composite Bond Index (ICBI) selama tiga pekan di awal tahun.

Berdasarkan data Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA), sejak awal Januari 2018 hingga Jumat (20/1), ICBI mencatatakan kinerja positif dengan naik 1,76%. Namun, pada pekan keempat, ICBI turun 0,69% ke level 245,78.

Analis Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) Nicodimus Anggi Kristiantoro mengatakan, ICBI menurun dipicu isu global yang berkembang di tengah minimnya sentimen dari domestik. Sehingga faktor tersebut memunculkan sikap antisipasi pada pelaku pasar.


Salah satu yang diperhatikan pasar adalah risiko terhadap hasil rapat beberapa bank sentral, seperti Bank sentral Jepang (BoJ) dan Bank sentral Eropa (ECB). Selain itu, pelaksanaan World Economic Forum yang diikuti berbagai pimpinan negara maju salah satunya Amerika Serikat, juga menjadi sentimen dominan yang mempengaruhi sikap antisipasi pelaku pasar.

"Investor mengantisipasi pernyataan bernada hawkish dari bank sentral dan sikap para pemimpin negara maju, khususnya AS yang menginginkan penguatan nilai dollar AS," kata Nico, Selasa (30/1).

Ariawan, analis obligasi BNI Securitas juga melihat, penurunan ICBI lebih dipengaruhi sentimen eksternal dan profit taking. Menurutnya, dari sisi yield US Treasury terus menanjak dalam beberapa pekan terakhir. Artinya, spread antara yield US Treasury dengan yield Surat Utang Negara (SUN) akan menyempit. Jika menyempit, maka ada kemungkinan akan melebar kembali. Kondisi inilah yang dimanfaatkan investor untuk profit taking.

"Oleh karena itu, yield bergerak naik lagi, lalu harga turun dan memicu koreksi yang terjadi di pasar SUN sepekan kemarin," papar Ariawan.

Tekanan pasar obligasi juga tampak dari aksi jual investor pada kepemilikan Surat Berharga Negara (SBN). Investor asing mencatatkan net sell sebesar Rp 3,28 triliun sepekan kemarin. Tidak hanya itu, Nico mengatakan, institusi Bank Indonesia dan bank juga mencatat aksi jual masing-masing sekitar Rp 16 triliun.

Nico memproyeksikan prospek ICBI ke depan masih dalam tren naik, walaupun ada beberapa tantangan dari sentimen global. Sentimen positif yang mampu mendorong ICBI berkinerja menanjak adalah potensi peningkatan rating Indonesia dari lembaga Moody's pada Februari 2018. Tahun lalu, Mood's telah menaikkan outlook rating Indonesia ke positif.

Optimisme investor pada fundamental domestik yang terus membaik di sepanjang tahun ini juga akan turut mendukung indeks ICBI naik. Ini seiring dengan adanya pembangunan infrastruktur berkelanjutan serta potensi peningkatan aktivitas ekonomi di saat Pilkada dan Asian Games. "Di harapkan sentimen ini menjadi faktor positif di pasar SBN", kata Nico.

Ariawan memproyeksikan, ICBI akan mampu bergerak naik lagi dalam waktu dekat. Menurutnya, sejauh ini pasar obligasi memiliki yield yang sudah naik signifikan. Ketika indeks ICBI turun, harga ikut turun, tetapi yield jadi bergerak naik. Kenaikan yield akan membuat imbal hasil alias return SUN kembali atraktif.

Kondisi ini akan menarik minat investor domestik maupun asing masuk pasar obligasi, sehingga indeks ICBI menanjak setelah terkoreksi. Ketertarikan investor untuk kembali masuk ke pasar obligasi Indonesia juga didukung inflasi yang masih relatif terjaga, serta pergerakan nilai tukar rupiah yang menguat di awal tahun ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini