Indeks saham perkebunan turun paling dalam sepanjang 2021, berikut penyebabnya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sepanjang 2021 berjalan sampai dengan Jumat (22/1), indeks sektor agrikultur menjadi indeks sektoral dengan penurunan terdalam, yakni 2,94%. Hal ini sejalan dengan mayoritas saham di dalamnya yang berkinerja merah.

Sebagai contoh, harga saham PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) terkoreksi 3,72% secara year to date (ytd) ke level Rp 11.650 per saham dan harga PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP) turun 4,49% menjadi Rp 1.275. Bahkan, harga PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS) merosot 15,26% menjadi Rp 1.055 per saham.

Analis Henan Putihrai Sekuritas Meilki Darmawan mengatakan, terkoreksinya harga saham-saham agrikultur disebabkan oleh penurunan harga jual crude palm oil (CPO). Merujuk data Bloomberg, harga CPO untuk kontrak pengiriman April 2021 per Jumat (22/1) berada di level RM 3.279 per ton. Harga ini merosot 12,16% dari level tertinggi tahun ini yang berada di RM 3.733 per ton pada 6 Januari 2021.


Menurut Meilki, penurunan harga jual ini merupakan reaksi pasar terhadap data survei ekspor CPO Malaysia yang turun pada awal Januari 2021. "Sebagaimana diketahui, pembelian produk CPO Malaysia oleh China dan India masih menjadi salah satu faktor dari minimnya permintaan di awal tahun ini," kata Meilki saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (22/1).

Baca Juga: IHSG melemah 1,66% pada Jumat (22/1), saham-saham BUMN top losers LQ45

Analis Philip Sekuritas Michael Filbery menambahkan, penurunan harga jual CPO dipengaruhi oleh harga CPO yang sudah sempat mencapai puncaknya di level RM 4.000 per ton. Harga yang tinggi ini memperkecil diskon harga CPO dibanding minyak kedelai (soybean oil) yang merupakan produk substitusinya sehingga harga CPO menjadi kurang kompetitif.

Michael melihat, harga CPO saat ini sudah mencapai level keseimbangan baru di rentang RM 3.400 per ton-RM 3.600 per ton. Dia memperkirakan, harga CPO masih dapat bertahan di atas level RM 3.000 hingga pertengahan tahun 2021.

"Hal ini seiring dengan perkiraan La Nina yang kemungkinan besar akan berlangsung hingga akhir kuartal II-2021 dan meningkatnya permintaan CPO dari China menjelang hari raya Imlek," jelas Michael. Oleh karena itu, ia memprediksi, harga saham-saham CPO dalam jangka menengah akan cenderung bergerak sideways.

Baca Juga: Sedang terkoreksi, ini potensi saham CPO

Meilki pun melihat, potensi konsumsi CPO yang lebih tinggi pada 2021 masih terbuka lebar. Sebab masih banyak hari raya yang berpeluang meningkatkan permintaan. "Estimasi saya untuk konsumsi China tahun 2021 bisa naik 7,3% yoy dan konsumsi India berpotensi meningkat 7,1% yoy," kata Meilki.

Menurut dia, keputusan China untuk lebih banyak mengimpor CPO dari Indonesia juga menjadi pertanda bahwa akan ada permintaan yang lebih besar dalam beberapa bulan ke depan. Oleh karena itu, ia masih mempertahakan rekomendasi overweight untuk saham-saham sektor CPO.

Baca Juga: Tren kenaikan ekspor CPO masih berlanjut, saham SIMP dan TBLA bisa dilirik

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati