JAKARTA. Saham emiten sektor konstruksi masih belum menunjukkan kenaikan signifikan. Sejak awal tahun hingga kemarin atawa
year to date (ytd), indeks sektor properti, real estate, dan konstruksi di Bursa Efek Indonesia (BEI) tercatat turun 4,2%. Angka ini jauh di bawah pencapaian Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang tumbuh 9,78%. Padahal, perolehan kontrak baru emiten konstruksi lumayan. Ini sekaligus menjadi kinerja indeks sektoral terburuk di BEI. Hanya sektor ini dan sektor perkebunan yang masih memerah di pasar saham domestik. Sektor finansial mencetak kenaikan tertinggi indeks sektoral di bursa.
Analis melihat penurunan sektor konstruksi dan properti sebagai sebuah anomali. Kinerja saham sektor konstruksi yang turun tidak sejalan dengan kontrak-kontrak baru yang diperoleh emiten-emiten sektor ini. Nah, penurunan itu jadi peluang untuk akumulasi beli secara selektif. Saat ini, memang banyak proyek konstruksi yang masih harus didanai oleh perusahaan konstruksi. Misalnya, PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) yang pendanaan proyeknya harus tertahan lantaran pembebasan lahan yang belum kunjung usai. China Development Bank (CDB) disebut-sebut enggan mencairkan dana hingga pembebasan lahan rampung. Alhasil, emiten konstruksi harus punya arus kas/setara kas yang sehat. Sebenarnya, perusahaan-perusahaan ini memiliki kas/setara kas yang cukup baik. Per kuartal I 2017, WIKA memiliki kas/setara kas mencapai Rp 8 triliun. Jumlah itu naik dibandingkan dengan kas/setara kas perusahaan tiga tahun terakhir. PT Waskita Karya Tbk (WSKT) mempunyai kas/setara kas Rp 9,1 triliun. PT PP Tbk (PTPP) punya kas/setara kas Rp 6,5 triliun. Sedang PT Adhi Karya Tbk (ADHI) memiliki kas/setara kas terkecil, yakni Rp 2,24 triliun.
Reza Priyambada, Analis Binaartha Parama Sekuritas, mengatakan, kas/setara kas emiten konstruksi memang menjadi salah satu perhatian dari pelaku pasar. "Tapi bobotnya tak terlalu besar, fokus pelaku pasar lebih kepada kinerja dan kemudian pendapatan," kata Reza kepada KONTAN, Jumat (7/7). Menurut Reza, jika dilihat dari maraknya proyek yang diperoleh, emiten konstruksi harus mempunyai
cashflow kuat. Ini menjadi semacam syarat wajib lantaran mereka akan menggunakan arus kas tersebut untuk belanja lahan dan konsesi jalan tol. Oleh karena itu, berbagai usaha harus dilakukan untuk mempertahankan
cashflow seperti dengan menerbitkan obligasi. Saat ini, beberapa emiten konstruksi gencar mencari pendanaan, baik lewat
rights issue maupun dengan menawarkan obligasi. Reza menilai, beberapa saham emiten konstruksi masih layak dikoleksi, semisal WIKA, WSKT, juga PTPP. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dupla Kartini