JAKARTA. Bulan puasa memang membawa berkah. Tengok saja, kinerja indeks saham syariah mengungguli kinerja Indeks Harga Gabungan (IHSG). Sejak awal tahun ini hingga pekan lalu atau
year to date (ytd), IHSG baru tumbuh 5,26%, sementara Jakarta Islamic Index (JII) tumbuh 10,04% dan Indonesia Sharia Stock Index (ISSI) menanjak 10,3% di sepanjang tahun ini. Di tengah kondisi pasar yang tengah berfluktuasi, indeks saham syariah memang cenderung lebih stabil. Sehingga, tahun ini produk-produk pasar modal berbasis syariah bisa menjadi pilihan investasi. Di bulan Ramadan, saham-saham yang masuk dalam daftar efek syariah biasanya juga menjadi perhatian investor. Apalagi, di tengah kinerja yang cenderung positif.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per 1 Juni 2016, terdapat 321 saham emiten dan perusahaan publik yang masuk daftar efek syariah. Dari komposisi saham syariah, sektor properti, real estat dan konstruksi bangunan tercatat mendominasi daftar indeks, yakni sebesar 17,45%. Sementara, sektor industri dasar dan kimia juga cukup banyak masuk dalam daftar saham syariah, yakni sebesar 14,6%. Pada periode itu, juga terdapat 28 emiten baru yang masuk daftar efek syariah periode I tahun 2016. Sementara 14 emiten harus hengkang dari daftar tersebut, karena sudah tidak memenuhi standar syariah, misalnya jumlah utang yang meningkat. Seperti diketahui, indeks saham syariah terdiri dari saham-saham yang memiliki total utang berbasis bunga dibandingkan total aset tidak lebih dari 45%. Kriteria lain, pendapatan non-halal dibandingkan total pendapatan tidak lebih dari 10%. Analis Danareksa Sekuritas, Lucky Bayu Purnomo mengemukakan, saham-saham syariah biasanya juga memiliki good corporate governance (GCG) yang baik. "Saham syariah selalu memiliki kualitas faktor pengawasan yang jauh lebih baik dibandingkan saham konvensional," ungkap Lucky kepada KONTAN, Minggu (26/6). Prospek saham syariah Dari sisi sektor, saham syariah banyak terdiri dari sektor konsumer dan infrastruktur. Menurut Lucky, kedua sektor inilah yang mendorong kinerja indeks saham syariah lebih baik dibandingkan indeks konvensional. Sampai akhir tahun nanti, Lucky memprediksi, indeks saham syariah masih berpeluang menguat hingga 15%. "Likuiditas pasar saham pada tahun ini lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya. Selain karena perbaikan kondisi makro ekonomi, saat ini minat investor untuk melirik produk syariah juga lebih besar," ungkap Lucky. Tahun lalu, terjadi pelemahan rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Sementara pada tahun ini, rupiah cenderung lebih stabil dengan tingkat inflasi yang sudah cukup terjaga. William Surya Wijaya, Analis Asjaya Indosurya Securities mengatakan, investor yang mengoleksi saham-saham syariah biasanya memiliki jangka waktu investasi lebih panjang. "Jadi, investor syariah biasanya membeli saham untuk investasi, bukan semata-mata trading. Sehingga, kenaikannya lebih stabil," ujar dia. Sementara itu, di indeks saham syariah tidak terdapat sektor saham perbankan yang mendominasi penurunan IHSG sepanjang tahun ini. Seperti diketahui, saham perbankan tidak masuk dalam indeks saham syariah lantaran bisnis perbankan konvensional kental memiliki unsur riba.
Meski masih memiliki prospek menarik, William berpendapat, saham syariah juga masih cenderung konsolidasi, karena pasar modal tengah dipengaruhi kondisi perekonomian global. Apalagi, saat ini pasar global tengah panik lantaran dibayangi isu Brexit. Menurut William, saham-saham syariah yang berkapitalisasi pasar besar, seperti TLKM, ICBP dan INDF masih bisa menjadi koleksi investor pada bulan ini. Sementara Lucky masih merekomendasikan saham-saham, seperti BSDE, CPIN, CSAP serta CTRP. Menurut dia, saat ini adalah momentum mengakumulasi beli demi mempersiapkan potensi penguatan indeks syariah pada penutupan tahun. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie