Indeks sumber daya manusia rendah, ini PR yang harus diselesaikan pemerintah



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ada banyak pekerjaan yang belum selesai digarap pemerintah dalam hal sumber daya manusia. Alhasil, Indeks Sumber Daya Manusia (Human Capital Index/HCI) Indonesia masih tergolong rendah.

Jalal, pendiri dan Komisaris Perusahaan Sosial Wisesa menjelaskan ada lima indikator untuk menilai HCI suatu negara.

Pertama, child survival terkait dengan angka kematian ibu dan bayi yang masih tinggi serta stunting. Jalal menjelaskan Indonesia mendapatkan rapor merah dari Millenium Development Goals (MDGs) terkait angka kematian ibu melahirkan. Pasalnya pada tahun 2015 masih ada 307 ibu meninggal dari setiap 100.000 kelahiran.


Begitu juga terkaita pemenuhan nutrisi yang kurang. Jalal melihat dari data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat pengeluaran untuk konsumsi rokok lebih besar ketimbang untuk pemenuhan nutrisi lainnya. 

BPS mencatat pada September 2017 pengeluaran terbesar digunakan untuk pembelian tembakau sebesar 5,88%, lalu urutan kedua padi-padian sebesar 5,39%.

"Kalau kita tidak bisa menurunkan prevalensi merokok maka indikator pertama sulit dipenuhi," ungkap Jalal kepada Kontan.co.id, Kamis (11/10).

Kedua, school enrollment atau memastikan anak sekolah. Pada indikator ini, Jalal mengungkapkan pemerintah sudah cukup berhasil melaksanakan program wajib belajar sembilan tahun. "Hanya saja masalahnya di indikator ketiga yaitu quality education," jelas dia.

Ketiga, yakni kualitas pendidikan di Indonesia perlu dibenahi. Pemerintah sudah berusaha dengan menerapkan sistem sertifikasi guru guna mendukung perbaikan kualitas tenaga pengajar. Namun sertifikasi ini malah disalahgunakan.

Jalal menyarankan pemerintah perlu menggandeng sumber daya manusia (SDM) terbaik untuk menjadi guru. "Kita bisa contoh Norwegia, tenaga pengajar diambil hanya dari 10% peringkat teratas," ujar Jalal.

Keempat, mengenai healthy growth. Indonesia perlu menciptakan lingkungan yang mendukuang untuk kesehatan seperti fasilias kesehatan yang memadai, kualitas udara yang baik, serta ruang terbuka hijau yang cukup.

Sedangkan indikator kelima yakni adult survival. Menurut Jalal, indikator terakhir berkaitan dengan empat indikator lainnya. Apabila SDM mendapatkan fase pertumbuhan yang berkualitas, maka pada masa dewasa mereka akan produktif dan optimal.

"Kenapa di peringkat 87 dari 157 negara? Kita memang pekerjaan rumahnya masih banyak. Saya bukan berarti bilang kinerja pemerintah buruk karena kalau kita lihat empat tahun terakhir perkembangan banyak. Tapi PR seabrek," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi