KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga surat utang negara masih cenderung turun sepanjang pekan lalu. Tren ini terlihat dari pergerakan indeks SUN yang disusun Perhimpunan Pedagang Surat Utang Negara (Himdasun). Jumat lalu, indeks SUN ditutup di angka 97,12; naik 0,58% ketimbang penutupan sebelumnya. Nah, sehari sebelumnya, indeks ini ditutup di 96,56; level terendah sejak Maret 2016. Penurunan ini terjadi meski lelang SUN yang digelar pekan lalu sukses besar. Dalam lelang tersebut, penawaran investor yang masuk mencapai Rp 31,48 triliun.
I Made Adi Saputra, Analis
Fixed Income MNC Sekuritas, mengatakan, pasar SUN masih tertekan lantaran rupiah masih cenderung melemah. Hal ini membuat pelaku pasar, terutama asing, menghindari obligasi pemerintah. "Sentimen utama pasar SUN tetap rupiah yang melemah diikuti aksi jual investor asing," kata dia, Jumat (25/5). Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan mencatat, hingga Kamis (24/5) asing melepas kepemilikan di SUN sekitar Rp 17 triliun. Kini kepemilikan asing di pasar obligasi Indonesia mencapai Rp 829 triliun.
Fund Manager Capital Asset Management Desmon Silitonga mengatakan, lelang SUN kemarin ramai karena banyak investor memanfaatkan lelang tersebut untuk mendapatkan SUN di harga rendah. Tapi pelaku pasar juga masih mencermati potensi kenaikan suku bunga AS bulan depan. Ini membuat rupiah tidak stabil dan harga SUN terus tertekan. Semula Desmon memprediksi
yield SUN tenor 10 tahun akan berada di level maksimal 7,3%. Namun, level tersebut sudah terlewati. Kamis (24/5) lalu,
yield SUN sudah 7,53%. Bank Indonesia juga agresif masuk ke pasar SUN. "Dampak BI belum terlihat pada penurunan
yield, tetapi saya masih optimistis
yield turun di bawah 7,5% hingga akhir tahun," kata Desmon. Suku bunga BI Namun, Desmon menganalisa, dengan kondisi ekonomi makro Indonesia yang membaik tahun ini,
yield obligasi tenor 10 tahun bisa bertengger di 6,5%-6,9%. "Saat ini investor asing sedang menyesuaikan kembali portofolio mereka sehingga
yield bergerak naik," terang dia. Desmond menilai, meski
yield Indonesia cuma berada di 6,5%-6,9% tahun ini, nilai tersebut masih cukup menarik bagi investor asing. "
Yield kita cukup tinggi dibanding negara tetangga lain, tambah lagi
rating Indonesia menarik karena sudah
investment grade dan inflasi pun berhasil terjaga," kata Desmon. Namun, potensi kenaikan suku bunga BI berpotensi menahan kenaikan harga SUN. Jika BI kembali menaikkan suku bunga, maka kemungkinan
yield SUN kembali turun ke bawah 7% bakal sulit terwujud. Saat ini pelaku pasar masih menunggu pergerakan rupiah stabil untuk memperhitungkan proyeksi
yield yang baru di akhir tahun. "Setidaknya rupiah harus stabil dulu dan menunggu faktor eksternal mereda," kata Made.
Dari sisi domestik, Made menilai saat ini upaya pemerintah menstabilkan rupiah masih terbatas. Meski begitu, Made menilai dengan keluarnya
samurai bonds senilai ¥100 miliar, akan jadi katalis positif bagi pasar SUN. Sebab, hal ini akan menambah ketertarikan investor asing masuk. "Penerbitan
samurai bond setidaknya bisa menambah cadangan devisa," kata Made. Namun, Made lebih mengharapkan cadangan devisa terkumpul dari kegiatan ekspor, sehingga bisa membuat nilai tukar rupiah menguat secara fundamental. "Perlu diingat, tambahan cadangan devisa dari surat utang berarti harus bayar kupon dan pokok, yang ujung-ujungnya butuh mata uang lain, baik yen atau dollar AS," kata Made. Selain itu, penurunan harga SUN bisa ditahan bila pemerintah bisa memanfaatkan momentum sentimen eksternal. Notulensi rapat FOMC memberi sinyal The Fed tidak akan menaikkan suku bunga secara agresif. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati