INDF Menyetor Modal Rp 194 M ke Anak Usaha



JAKARTA. Perusahaan Grup Salim, PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF), tengah berbenah. Juragan mi dan tepung terigu ini sedang merestrukturisasi bisnisnya, yakni dengan memisahkan divisi mi instan dan bahan makanan menjadi satu perusahaan tersendiri. Nama perusahaan baru itu PT Indofood Consumer Branded Product (CBP) Sukses Makmur.

INDF akan menjadi pemegang saham mayoritas Indofood CBP. Selain INDF, PT Prima Intipangan Sejati tercatat memiliki 0,01% saham perusahaan ini. "Kepemilikan saham PT Prima Intipangan Sejati hanya sebagai syarat, karena peraturan pembentukan perusahaan baru mengharuskan minimal dua pemegang saham," kata Wakil Direktur INDF Franciscus Welirang, kemarin (3/9).

INDF akan menyetorkan modal awal sebesar Rp 194,16 miliar ke anak usaha barunya. Setelah pemisahan ini, Indofood hanya akan memiliki kegiatan usaha penggilingan tepung terigu.


Kedudukan Indofood CBP Sukses Makmur akan sejajar dengan anak usaha INDF lainnya, seperti PT Gizindo Primanusantara (GPN) yang memproduksi makanan bayi dan sereal, PT Indosentra Pelangi (ISP) yang membuat bumbu dapur, dan PT Indomarco Adi Prima (IAP) yang bergerak di sektor distribusi.

Indofood CBP Sukses Makmur akan memakai logo Indofood dalam setiap kontrak usaha. Selanjutnya, INDF sebagai induk usaha akan menerima biaya royalti dalam pemakaian logo tersebut.

Kepala Riset Suherman Santikno berpendapat, spin off ini bertujuan agar Indofood CBP Sukses Makmur bisa mencari sumber pendanaan sendiri bagi pengembangan bisnis. Sebab, saat ini INDF sudah terlalu banyak memiliki utang sehingga sulit mencari pendanaan untuk ekspansi bisnis di masa mendatang. "Sekitar 75% aset INDF saat ini berupa utang," kata Suherman.

Dus, dengan memisahkan divisi usaha menjadi anak usaha, kelak Indofood CBP Sukses Makmur bisa mencari pendanaan sendiri. "Karena utang dan laporan keuangan akan terpisah," katanya.

Pasca spin off ini Suherman merekomendasikan jual saham INDF dengan harga wajar Rp 2.000 per saham. Alasannya, price earning ratio (PER) INDF sudah cukup mahal, yakni 20 kali. Sementara PER industri sejenis masih sekitar 15 kali.

Dari sisi bisnis, pertumbuhan bisnis INDF semakin terbatas lantaran setiap lini bisnis INDF sudah menjadi pemimpin pasar di masing-masing bidang. "Sekarang pertumbuhan bisnis INDF maksimal hanya 10% per tahun," kata Suherman.

Analis Danareksa Sekuritas Naya Tirambintang melihat, kinerja INDF akan semakin solid dengan restrukturisasi internal perusahaan ini. Sehingga Naya merekomendasikan beli saham INDF tanpa memberikan target harga untuk saham INDF.

Kemarin (3/9), harga saham INDF melonjak 6,73% dan berakhir di posisi Rp 2.775 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan