JAKARTA. PT Indofood Sukses Makmur Tbk (
INDF) menyiapkan ekspansi besar-besaran. Emiten yang dikendalikan Grup Salim itu, mengalokasikan Rp 6,4 triliun untuk belanja modal atau capital expenditure (capex) tahun ini. Jumlah tersebut tiga kali lipat lebih tinggi daripada alokasi belanja modal tahun lalu yang senilai Rp 2 triliun. Werianty Setiawan, Sekretaris Perusahaan INDF, menuturkan, anggaran capex akan digunakan untuk kebutuhan ekspansi seluruh anak usaha INDF. Pertama, perseroan mengucurkan Rp 2,3 triliun untuk ekspansi anak usaha terbesar, yaitu PT Indofood CBP Makmur Tbk (
ICBP). Tahun ini, ICBP akan meningkatkan kapasitas produksi seluruh produknya dua kali lipat dari tahun lalu. "Saya tidak bisa merinci satu-satu, tapi itu untuk seluruh produk ICBP kecuali mi instan," kata Werianty di Jakarta, Kamis (3/5).
Kedua, INDF menganggarkan Rp 900 miliar untuk ekspansi PT Bogasari Flour Mills yang merupakan produsen tepung terigu. Tapi Bogasari harus membagi dana itu dengan PT Indomarco Adi Prima, anak usaha INDF yang bergerak di bidang distribusi makanan. Thomas Tjhie, Direktur INDF, menambahkan, Bogasari akan memakai dana itu untuk membangun satu pabrik baru. Tapi Thomas tak bersedia membeberkan detail rencana ekspansi produksi tersebut. Ketiga, INDF akan menggelontorkan investasi Rp 3,2 triliun untuk pengembangan sektor agribisnis yang dijalankan PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP) dan PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP). "Untuk penanaman lahan baru seluas 20.000 hektare (ha) di Sumatera dan Kalimantan," kata Thomas. LSIP melalui anak usahanya di Singapura, Agri Investment Pte. Ltd., Selasa (1/5) lalu, mengakuisisi 26,4% saham Heliae Technology Holdings Inc. senilai US$ 15 juta atau Rp 138 miliar (Kurs Rp 9.200 per dollar AS). Heliae adalah perusahaan pengembang solusi teknologi algae, suatu mikroorganisme, untuk diproduksi secara komersial. Teknologi berbasis algae bisa dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, seperti makanan dan pakan, pupuk, bahan kimia, farmasi, kosmetik dan bahan bakar. INDF akan menutupi kebutuhan belanja modal 2012 dari kas internal dan hasil operasional. Per 31 Desember 2011, INDF masih memiliki kas dan setara kas senilai Rp 13,05 triliun. "Kami tak perlu cari dana dari luar," tutur Werianty. Willy Gunawan, analis AAA Securities menilai, rencana ekspansi manajemen akan mendorong kontribusi dari setiap lini usaha INDF. Ini akan mendongkrak pertumbuhan penjualan dan laba bersih INDF di tahun ini. Willy menghitung, INDF tahun ini bisa meraup penjualan bersih Rp 53,5 triliun, tumbuh 18% dari 2011 senilai Rp 45,33 triliun. Dus, laba bersih INDF diyakini bisa mencapai Rp 3,6 triliun, atau naik 16,9% dari laba bersih 2011. Tapi INDF akan menghadapi tantangan cukup berat dari sisi margin terutama margin laba sebelum bunga dan pajak (EBIT margin). Tantangan ini telah dirasakan INDF selama tahun lalu.
"EBIT margin di 2011 turun menjadi 15,1% dari 2010 yang 16,4%," kata Willy. EBIT margin INDF di tahun ini bisa turun sekitar 1% dari 2011. "Paling bagus, INDF hanya bisa mempertahankan EBIT margin 2011 yang 15,1%," katanya. Kendati demikian, penurunan margin tidak lantas menyusutkan prospek saham INDF. Willy tetap merekomendasikan beli INDF dengan target Rp 5.280 per saham yang mencerminkan price to earning ratio (PER) 12,9 kali. Tingkat PER INDF masih lebih rendah dari rata-rata industri barang konsumsi yang lebih dari 15,8 kali. "Itu membuat saham INDF masih menarik," ujar Willy. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Djumyati P.