India andalan utama impor gula Indonesia



JAKARTA. Tingginya harga gula kristal putih (GKP) di pasar internasional membuat importir menahan diri untuk merealisasikan jatah impor mereka. Kemarin, harga kontrak gula untuk pengiriman bulan Maret 2011 di Bursa Komoditas London sudah mencapai US$ 727,80 per ton. Padahal, jika mengimpor dengan banderol ini, gula tersebut akan sampai ke Indonesia dengan harga di atas Rp 10.000 per kilogram (kg).

Tak hanya harga yang selangit, pilihan importir untuk mendatangkan gula pun kian terbatas. Merujuk data Bloomberg, kini Indonesia praktis mengandalkan produksi gula dari India yang pada musim giling 2010-2011 diperkirakan surplus gula. Negeri Sungai Gangga ini merupakan produsen gula terbesar kedua dunia setelah Brasil.

Pada musim giling kali ini, produksi gula India diperkirakan mencapai 24,5 juta ton. Setelah dikurangi konsumsi lokal, pemerintah India menetapkan 208.000 ton gula dari produksi nasional sebagai kuota khusus (levy quota). Ini adalah jumlah gula yang harus disediakan produsen untuk dibeli pemerintah dengan harga khusus yang ditetapkan negara. Adapun jumlah produksi yang boleh diekspor untuk kepentingan industri di luar India hanya 1,5 juta ton.


Sementara itu, produksi gula Brasil sendiri diperkirakan turun hingga 5,2% menjadi 32,85 juta ton pada akhir Maret 2011 nanti. Padahal, biasanya Brasil menguasai 54% pasar ekspor gula dunia.

Di saat yang sama, pasokan dari Queensland Sugar Ltd di Australia, negara eksportir terbesar ketiga dunia, juga merosot 14%. Chief Executive Officer Queensland, Neil Taylor, meramal, kondisi ini akan membuat pasokan gula dunia berkurang hingga 2,8 juta ton pada September 2011 nanti.

Kondisi inilah yang mendasari Perusahaan Umum Bulog bergegas memesan gula dari India. Direktur Utama Bulog Sutarto Alimoeso mengatakan lembaganya telah mengirimkan surat kepada Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di New Delhi. "Kami berharap ada kerjasama pembelian gula dari India," terang Sutarto kepada KONTAN, kemarin. Mantan Direktur Jenderal Tananan Pangan ini berharap, India rela menjual gulanya dengan harga kompetitif. Sayang, sampai kemarin, Pemerintah India belum menanggapi permintaan tersebut.

Bulog merupakan salah satu importir yang didaulat mendatangkan gula sebanyak 60.000 ton, sebagai bagian dari jatah impor 450.000 ton.

Sejumlah perusahaan pelat merah lain seperti PT Perkebunan Nusantara (PTPN), PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) dan PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) kebagian jatah impor gula sampai 390.000 ton. Seluruh gula itu diperkenankan masuk ke Indonesia pada Januari-April 2011.

Berbeda dengan Bulog yang terang-terangan meminta gula dari India, PTPN XI justru belum mau membagi detil rencana impor mereka. Sekretaris Perusahaan PTPN XI Adig Suwandi mengatakan, perusahaannya masih mengikuti perkembangan harga gula internasional.

Perusahaan yang diberi jatah impor gula 90.000 ton ini bahkan tengah meminta pemerintah menghapuskan bea masuk gula Rp 790 per kg. Alasannya, pemberlakuan bea masuk akan membuat harga jual gula impor di dalam negeri lebih tinggi lagi.

Sayangnya, Wakil Menteri Perdagangan Mahendra Siregar dan Deputi Menteri Koordinator Perekonomian Bidang Industri dan Perdagangan Edy Putra Irawady enggan berkomentar mengenai usulan ini.

Selain memantau harga internasional, PTPN XI juga menanti penghitungan neraca gula terbaru oleh Dewan Gula Indonesia (DGI). Menurut kabar yang berhembus, konsumsi gula nasional tahun ini turun menjadi di bawah 2,7 juta ton.

Menurut Adig bilang, jika hasil evaluasi DGI menyatakan stok gula nasional cukup untuk memenuhi kebutuhan sampai April 2011, maka PTPN XI tidak akan merealisasikan jatah impor mereka. Maklum, Indonesia akan memasuki musim giling tebu pada Mei 2011.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini