India memperketat kebijakan moneter



MUMBAI. India mulai memperketat kebijakan moneter. Persis seperti di Indonesia, pasca bank sentral setempat mengerek suku bunga, Senin lalu, rupee India langsung menanjak ke posisi tertinggi dalam sebulan. Di saat yang sama, harga obligasi merosot paling dalam sejak 2009 dan pasar saham menyusut.

Bank Sentral India atau Reverse Bank of India (RBI) mengerek tingkat suku bunga marginal standing facility dan suku bunga bank masing-masing menjadi 10,25% dari posisi sebelumnya 8,25%, pada Senin (15/7) lalu. Namun RBI tetap menahan bunga repo acuan di level 7,25%.

Bukan hanya itu, otoritas moneter India juga berniat menjual surat utang pemerintah senilai total Rs 120 miliar atau US$ 2 miliar pada Kamis (18/7). Langkah ini demi mendorong pertumbuhan ekonomi yang cenderung melemah dalam satu dekade terakhir.


"Langkah ini sedikit positif untuk rupee. Tapi variabel kunci dalam beberapa hari mendatang adalah arus pasar saham," kata Rohit Arora, analis Barclays Plc yang berbasis di Singapura, dalam sebuah laporan riset kemarin.

Menurut dia, secara de facto, pengetatan di tengah pertumbuhan yang bergerak lambat bisa direspons negatif oleh pasar saham, sehingga arus dana masuk cenderung lebih rendah.

Yang pasti, kebijakan RBI mendongkrak rupee sebesar 1% menjadi Rs 59,32 per dollar AS di Mumbai, kemarin. Ini merupakan kenaikan terbesar rupee terhadap dollar AS sejak 28 Juni 2013, berdasarkan harga valuta dari bank lokal yang dikumpulkan Bloomberg. Nilai mata uang rupee jatuh ke rekor terendah di level Rs 61,21 pada 8 Juli, setelah Bank Sentral Amerika Serikat mengisyaratkan kemungkinan menghentikan program stimulus tahun ini.

RBI juga akan membatasi jumlah pinjaman ke bank komersial per hari menjadi sekitar Rs 750 miliar, dibandingkan rata-rata pinjaman senilai Rs 872 miliar per hari. "Langkah-langkah ini tidak harus dibaca sebagai awal perubahan kebijakan suku bunga," kata Menteri Keuangan India, Palaniappan Chidambaram, seperti dikutip Bloomberg, Selasa (16/7).

Langkah RBI tak akan mempengaruhi kebijakan pemerintah terus menggenjot pertumbuhan perekonomian India. Kebijakan RBI merupakan langkah strategis otoritas moneter meredam spekulasi yang berlebihan, mengurangi volatilitas dan mengendalikan nilai tukar rupee.

Yang pasti, kebijakan RBI ikut melambungkan imbal hasil (yield) surat utang negara yang jatuh tempo pada tahun 2022 sebesar 52 basis poin menjadi 8,2%, berdasarkan data sistem trading RBI. Pencapaian tersebut merupakan kenaikan yield tertinggi atas surat utang acuan yang jatuh tempo 10 tahun sejak Januari 2009.

Di saat yang sama, pasar saham merespons negatif keputusan RBI. Indeks saham BSE Sensex menurun 0,9% menjadi 19.851,23. "Pengumuman RBI akan mengerek rupee dalam jangka pendek," ucap Khoon Goh, Senior Strategist Australia & New Zealand Banking Group Ltd.

Dia menambahkan, tekanan terhadap rupee akan muncul kembali apabila fundamental perekonomian India tidak kunjung membaik dalam waktu dekat.

Editor: Sandy Baskoro