KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah India baru saja memangkas tarif pajak penghasilan (PPh) Badan dari sebelumnya 30% menjadi sekitar 25%. Langkah tersebut sejalan dengan upaya India mengundang investasi agar dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang tengah menyusut ke level terendahnya dalam enam tahun terakhir. Menyikapi langkah India yang lebih agresif dan cepat memangkas PPh Badan, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, kompetisi negara-negara di dunia untuk menarik investasi memang makin gencar belakangan ini.
Baca Juga: Konsep Omnibus Law perlu diimbangi dengan sinergi administrasi di tiap K/L Apalagi, ekonomi global tengah dalam ancaman resesi di mana pertumbuhan banyak negara mengalami kelesuan. “Baik melalui perbaikan iklim investasi, maupun melalui
fiscal tool. India juga melakukan itu sebagai antisipasi kondisi global saat ini,” tutur Suahasil, Senin (23/9). Namun, ia menilai, kompetisi menarik investasi tak hanya bersandar pada kebijakan penurunan tarif pajak. Masih banyak faktor lain yang menjadi pertimbangan para investor dalam membuat keputusan investasi yang mesti dibenahi oleh suatu negara jika ingin mengundang investasi. “Tidak sekadar pajak, tapi juga urusan perizinan-izin pusat dan lokal, ketersediaan infrastruktur, macam-macam. Semua harus dibenahi untuk bisa dilirik para pemilik modal,” lanjut dia. Toh, dalam hal perpajakan, Suahasil mengatakan Indonesia bukannya tak mengarah ke kebijakan serupa. Saat ini, ancang-ancang untuk memangkas tarif PPh Badan telah diambil melalui penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian Nasional atau Omnibus Law Perpajakan.
Baca Juga: Penerimaan pajak hingga Agustus diprediksi baru 52% dari outlook 2019 Dalam embrio beleid tersebut tercantum insentif penurunan tarif PPh Badan dari saat ini 25% menjadi 22% pada tahun pajak 2021 dan 2022. Selanjutnya tarif akan kembali diturunkan menjadi 20% mulai tahun pajak 2023. “Penyiapan revisi UU ini kan ada tata urutannya, kita siapkan secepat mungkin. Kita usahakan bisa tahun depan (Omnibus Law selesai),” tutur Suahasil. Suahasil optimistis, rencana penurunan PPh Badan di Indonesia yang disertai berbagai kebijakan insentif perpajakan lainnya tak kalah kompetitif dengan negara-negara tetangga, khususnya India. Sebut saja kebijakan
superdeductive tax untuk aktivitas vokasi dan riset oleh perusahaan, kemudahan administrasi pajak, dan lainnya yang tercakup dalam calon Omnibus Law Perpajakan. Dari sisi kemudahan berbisnis, Suahasil juga optimistis Indonesia masih lebih baik dari India.
Baca Juga: Seluruh fraksi sepakati RUU APBN 2020 untuk disahkan “Bisa dilihat dari indikator infrastruktur, dwelling time, perizinan, biaya, dan sebagainya. Poin-poin itu meskipun kita masih punya PR juga, tapi kita lebih baik,” pungkasnya. Bank Dunia mencatat, Indonesia memang menempati posisi ranking Ease of Doing Business (EoDB) yang lebih tinggi dari India. Berdasarkan penilaian untuk tahun 2018, Indonesia menduduki ranking ke-72, sedangkan India di posisi ke-77. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli