Indo Premier menargetkan dana kelolaan XIML sebesar Rp 300 miliar tahun ini



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dipangkasnya suku bunga acuan Amerika Serikat (AS) atau Fed Fund Rate (FFR) sebanyak 50 basis poin (bps), diyakini bakal menjadi sentimen positif bagi pasar keuangan Indonesia. Direktur PT Indo Premier Investment Management (IPIM) Noviono Darmosusilo memperkirakan pemangkasan ini bakal jadi sentimen manis bagi prospek reksadana exchange-traded fund (ETF) ke depan.

Pada akhir perdagangan sesi I Rabu (4/3), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat sudah 1,91% ke level 5.623. Investor asing yang masuk atau net buy di seluruh market mencapai Rp 175,57 miliar. Ditambah lagi, nilai tukar rupiah tercatat menguat 0,95% ke level Rp 14.147 per saham dari penutupan kemarin, menurut data Bloomberg.

"Bagus (dampak penurunan FFR), apalagi Bank Indonesia (BI) juga sudah memangkas suku bunga acuan menjadi 4,75% dan sebelumnya kita pernah di 4,25%. Itu jadi stimulus yang bisa mendorong market untuk sustain," ungkap Noviono, Rabu (4/3).


Baca Juga: Indo Premier rilis ETF saham berbasis MSCI Indonesia Large Cap

Apalagi, IPIM baru merilis produk ETF baru yang memiliki acuan MSCI Indonesia Large Cap dengan kode perdagangan XIML. Indeks MSCI Indonesia Large Cap hanya memilih 15 saham terbesar dan terlikuid.

Saham-saham tersebut diklaim mewakili tidak kurang dari 70% total free float adjusted market cap dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dengan likuiditas pasar yang sangat besar. "Jadi kalau market naik, dia juga akan naik. Harapannya dana kelolaan atau asset under management (AUM) dari XIML bisa mencapai Rp 300 miliar tahun ini," jelasnya.

Pada listing perdana, XIML menawarkan maksimum 100 miliar unit penyertaan, dengan minimum 50 juta unit penyertaan. Adapun nilai aktiva bersih (NAB) dibanderol Rp 247 per unit, dengan satuan unit kreasi sebanyak 100.000 unit.

Baca Juga: Transaksi di Bursa Saham Sepi, Broker pun Gigit Jari

Investor yang ingin membeli produk reksadana saham ini bisa mulai membeli dengan minimum 100.000 unit penyertaan di pasar primer dan 100 unit penyertaan di pasar sekunder.

Noviono juga optimistis prospek ETF ke depan masih akan menarik, dengan potensi pasar masih akan rebound dan memberikan return maksimal. Apalagi, konsumsi domestik di pasar keuangan Indonesia terbilang masih cukup kuat di tengah banyaknya terpaan sentimen.

Sebagaimana diketahui, dengan kondisi pasar yang cenderung tertekan dalam beberapa waktu terakhir investor asing marak melakukan aksi jual atau net sell di pasar. Namun, Noviono menilai investor domestik justru tetap masuk baik investor retail maupun institusi.

Baca Juga: Kembangkan Produk ETF, BEI Ubah Mekanisme dan Berikan Tambahan Insentif

Di samping itu, Noviono juga mengaku kinerja IPIM masih cukup baik dan tidak terpengaruh dengan gonjang-gonjang di pasar reksadana domestik. Dia mengungkapkan, dari total 23 produk yang dimiliki IPIM sebanyak 11 produk merupakan ETF yang berkinerja positif tahun lalu. Bahkan dia mencontohkan salah satu produknya yakni Reksa Dana Indeks Premier ETF Pefindo I-Grade berhasil bukukan return 9,4% saat IHSG hanya sekitar 1% sepanjang 2019.

"Itu enggak berdampak ke ETF dan justru orang pada shift dari konvensional yang enggak transparan ke produk ETF yang isinya bisa dilihat satu-satu," tandasnya.

Sebagai informasi, per Desember 2019 IPIM membukukan AUM di kisaran Rp 10,05 triliun. Tahun ini IPIM juga berencana untuk merilis 3-4 produk ETF lainnya, hanya saja dia belum mau mengungkapkan underlying dari masing-masing produk ETF tersebut.

Ke depan, Noviono mengharapkan AUM masih akan bertumbuh tahun ini, minimal moderat. Syaratnya, market akan rebound tahun ini karena kalau market turun, AUM kemungkinan akan turun mengikuti market meskipun tidak ada redemption.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati