KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Hasil riset Indo Primer Sekuritas menyatakan bahwa
Foreign Direct Investment (FDI) mengalami tren penurunan di saat defisit transaksi berjalan membaik pada kuartal III 2023. Untuk diketahui, Bank Indonesia (BI) melaporkan neraca transaksi berjalan Indonesia pada kuartal III 2023 mencatatkan defisit US$ 900 juta atau setara dengan 0,2% dari produk domestik bruto (PDB). Nilai tersebut lebih rendah dari kuartal sebelumnya yakni sebesar US$ 2,2 miliar atau setara 0,6% dari PDB.
Ekonom Indo Primer Sekuritas Luthfi Ridho menganalisa, tren penurunan FDI ini karena adanya faktor pemilihan umum (Pemilu) yang sebentar lagi akan berlangsung atau pada 2024 mendatang.
Baca Juga: Pemerintah Waspadai Perlambatan Ekonomi China Terhadap Kinerja Ekspor Indonesia Faktor pemilu tersebut, katanya, membuat pengusaha baik dalam negeri maupun luar negeri cenderung
wait and see. Biasanya yang dikhawatirkan pengusaha adalah karena kecenderungan proses pemilu menyebabkan ketidakpastian politik sehingga mengganggu iklim dunia usaha. “Tren FDI menurun terutama karena faktor pemilu, sehingga pengusaha dalam dan luar negeri pada
wait and see,” tutur Luthfi kepada Kontan.co.id, Selasa (21/11). Sebagai informasi, defisit neraca transaksi berjalan yang lebih rendah bersumber dari pendapatan primer yang lebih rendah (repatriasi dividen) yang defisit sebesar US$ 8,5 miliar, atau turun dari kuartal sebelumnya yang mengalami defisit US$ 9,1 miliar. Defisit neraca transaksi berjalan yang lebih rendah ini Ini mengindikasikan perusahaan multinasional dalam negeri kurang menguntungkan selama kuartal ini.
Baca Juga: Ekonomi Lesu dan Suku Bunga Layu, Investasi Asing di China Anjlok Kemudian, transaksi keuangan mencatatkan arus keluar yang lebih rendah yakni defisit US$ 300 juta pada kuartal III 2023 atau setara 0,1% dari PDB. Posisi ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan defisit US$ 4,8 miliar atau setara 1,4% dari PDB pada kuartal sebelumnya. Menurunnya transaksi keuangan ini terutama disebabkan adanya pembalikan investasi lain menjadi surplus US$ 100 juta, meningkat dari defisit US$ 6,1 miliar pada kuartal II 2023. Selain itu, pinjaman lintas batas sektor swasta meningkat menjadi US$ 6,5 miliar dari US$ 4,1 miliar pada kuartal II 2023. Sementara itu, kondisi FDI semakin menurun menjadi surplus US$ 2,8 miliar, dari US$ 4,0 miliar pada kuartal II 2023.
FDI terbanyak berasal dari Hongkong, Australia dan Korea, dengan sasaran sektor manufaktur berupa logam dasar sebesar US$ 4,4 miliar.
Baca Juga: Arus Investasi ke Dalam Negeri Mulai Gembos Lebih lanjut, Luthfi beberpandangan bahwa neraca transaksi berjalan masih akan mengalami defisit 0,5% dari PDB pada akhir tahun. “Menurut saya transaksi berjalan yang defisit bukan berarti sesuatu yang buruk. Semuanya tergantung harga minyak,” ungkapnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli