Indocement (INTP) catatkan penjualan semen 1,4 juta ton pada Juli, apa kata analis?



KONTAN.CO.ID -   JAKARTA. PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) mencatatkan angka penjualan semen sebesar 1,4 juta ton sepanjang Juli 2021.

Antonius Marcos, Direktur dan Sektretaris Perusahaan INTP menyebut, capaian ini cukup baik lantaran pada periode Juli 2021 pemerintah tengah menerapkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) yang ketat.

“Kami bersyukur semen merupakan salah satu industri yang tetap diizinkan beroperasi selama PPKM. Kami menjalankan operasi dengan protokol Covid-19 yang sangat ketat, mengikuti arahan pemerintah,”  ujar Marcos saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (26/8). 


Alhasil, penjualan di Juli 2021 tidak banyak berubah dari penjualan di Juni 2021 dan juga capaian di Juli tahun lalu. Marcos melanjutkan,secara akumulasi penjualan semen INTP telah mencapai 9 juta ton selama tujuh bulan pertama 2021. Angka ini lebih tinggi sekitar 5% dibanding periode yang sama tahun lalu.

Baca Juga: Jadi pemain semen mortar, Indocement Tunggal Prakarsa (INTP) andalkan produk ini

Marcos meyakini, prospek bisnis INTP masih cukup baik di sisa tahun ini. Terlebih, pemerintah telah menurunkan PPKM dari semula level 4 menjadi level 3 di Wilayah Jabodetabek. Dengan dilonggarkannya PPKM menjadi level 3, INTP cukup optimistis  kebijakan ini akan kembali menggairahkan geliat pembangunan di area tersebut.

Hal ini mengingat Jabodetabek merupakan pangsa utama bagi penjualan semen INTP. “Dan pabrik kami dalam kondisi yang siap untuk mendukung geliat tersebut,” sambung dia. Sejauh ini, INTP masih belum merevisi target pertumbuhan penjualan di tahun ini, yakni sebesar 4%-5%.

Produsen semen merk Tiga Roda ini masih mencermati perkembangan di kuartal ketiga ini. Namun, Marcos cukup optimis target pertumbuhan penjualan akan tercapai.

Terjegal kenaikan harga batubara

Analis Mirae Asset Sekuritas Mimi Halimin memperkirakan total volume penjualan semen INTP pada tahun ini mencapai sekitar 18,1 juta ton, naik dari realisasi penjualan di tahun lalu sebesar 17,1 juta ton. 

“Penjualan ini didukung oleh potensi proyek konstruksi yang lebih banyak di paruh kedua tahun ini dan potensi dimulainya kembali kegiatan ekonomi secara bertahap,” kata Mimi.

Baca Juga: Industri semen dan plastik tetap beroperasi penuh di tengah kebijakan PPKM

Di sisi lain, INTP dihadapkan dengan kenaikan harga batubara yang menjadi komponen bahan bakar utama. Mimi mengatakan, harga batubara global yang terus meningkat membawa kekhawatiran pada margin profitabilitas INTP.

Meskipun INTP dinilai bisa memitigasi kenaikan harga batubara dengan melakukan efisiensi biaya, tetap saja  margin kotor INTP di tahun ini diproyeksi akan lebih rendah dari tahun lalu. Sebab, harga rata-rata batubara pada tahun lalu relatif lebih rendah, terutama pada kuartal ketiga. Alhasil, Mirae Asset merevisi turun perkiraan margin profitabilitas INTP tahun ini.

Mirae Asset memperkirakan margin kotor INTP tahun ini hanya mencapai 34,6% dari sebelumnya mencapai 36,1% di akhir 2020.

Mimi meyakini, kinerja INTP di semester II-2021 akan jauh lebih baik daripada kinerja di semester I-2021.  Sebab, semester kedua  biasanya akan menjadi musim yang lebih menguntungkan bagi permintaan semen. Hanya saja, secara year-on-year, Mimi memperkirakan bahwa laba bersih  INTP di semester ini akan lebih rendah dari tahun lalu, karena adanya potensi margin yang lebih rendah.

Baca Juga: IHSG melemah ke 6.197 di akhir sesi pertama, asing lepas BUKA, BMRI dan BBRI

Alhasil, Mimi memangkas estimasi laba bersih INTP untuk tahun ini dan tahun depan, masing-masing sebesar 3,2% dan 1,6%. Dengan demikian, konstituen Indeks Kompas100 ini diproyeksikan meraup laba bersih masing-masing sekitar Rp 1,7 triliun (-3,1% YoY) untuk tahun ini dan Rp 2,0 triliun (14,7% YoY) di tahun 2022.

Mirae Asset Sekuritas mempertahankan rekomendasi trading buy saham INTP dengan target harga Rp12.600. Mimi menilai valuasi INTP saat ini masih menarik, karena saat ini diperdagangkan di bawah rata-rata P/E forward 5 tahunnya.

Hanya saja, risiko dari rekomendasi ini adalah pertumbuhan permintaan yang lebih lambat dari perkiraan, kenaikan harga bahan bakar yang lebih tinggi, dan/atau kelebihan pasokan (oversupply) yang lebih buruk dari perkiraan.

Selanjutnya: Harga emas hitam naik, emiten pengguna batubara catat kenaikan beban

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli