KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (
INTP) optimistis pertumbuhan kinerja penjualan semen bisa mencapai 9% di akhir tahun 2024. Presiden Direktur INTP Christian Kartawijaya mengatakan, secara umum, kinerja INTP sebenarnya tak tumbuh lebih tinggi dari pertumbuhan kinerja industri semen Tanah Air di tahun 2024. Pertumbuhan industri semen sekitar 3% di tahun 2024. Angka pertumbuhan yang tercatat cukup besar di tahun 2024 berasal dari bergabungnya Semen Grobogan dan Semen Bosowa Maros yang baru terkonsolidasi ke laporan keuangan INTP di tahun ini.
“Kinerja pertumbuhan INTP tidak akan jauh berbeda dengan pertumbuhan industri semen nasional. Namun, tahun ini khusus karena ada Grobogan dan Bosowa Maros yang di tahun sebelumnya belum dilaporkan,” ujarnya saat ditemui Kontan, Senin (25/11).
Baca Juga: Program 3 Juta Rumah Bakal Memoles Kinerja Emiten Semen, Cek Rekomendasi Sahamnya Christian mengakui, industri semen Tanah Air memang sedang berat di tahun ini. Alhasil, kinerja INTP juga mengalami perlambatan di sepanjang tahun. Asal tahu saja, kinerja INTP per kuartal III 2024 juga masih berat. Melansir laporan keuangan, INTP mencatatkan pendapatan neto Rp 13,32 triliun per kuartal III 2024. Raihan ini naik 3,03% secara tahunan alias year on year (YoY) dari Rp 12,92 triliun per kuartal III 2023. Laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk pun menjadi sebesar Rp 1,05 triliun per 30 September 2024. Angka ini turun 16,67% YoY dari Rp 1,26 triliun pada periode sama tahun lalu. Beratnya kinerja industri semen utamanya juga disebabkan oleh kelebihan pasokan semen di Tanah Air. Christian memaparkan, saat ini konsumsi semen nasional hanya sekitar 65 juta ton, sementara kapasitas industri mencapai 119-120 juta ton. “Sehingga, ada kelebihan suplai sekitar 55 juta ton. Artinya, utilisasi pabrik hanya sekitar 55%-60% dan ada 40%-45% pabrik stop,” ungkapnya. Alhasil, INTP pun menerapkan strategi untuk mempertahankan kinerja perseroan ke depan. Salah satu yang diterapkan adalah memproduksi semen yang lebih ramah lingkungan.
Langkah tersebut didapatkan dengan memperhatikan biaya logistik distribusi semen dan mengurangi pemakaian batubara. Bahan bakar ini memakan sebesar 50% dari biaya produksi INTP. “INTP sudah mengurangi pemakaian batubara sebesar 21%. Penggantinya berasal dari alternative fuel sekam padi dan refuse derived fuel (RDF),” tuturnya. Christian mengungkapkan, nilai investasi yang digelontorkan INTP untuk transisi energi ini sebesar Rp 1,5 triliun dalam 5-6 tahun. Biaya investasi ini digunakan untuk mengolah berbagai macam sampah yang diterima. “Ke depan saya percaya pabrikan semen bisa jadi tungku besar untuk menyelesaikan masalah sampah nasional. Jadi, investasinya memang tidak kecil, karena butuh persiapan,” ungkapnya. Di tahun 2025, Christian melihat tantangan di industri semen masih sama beratnya dengan tahun ini lantaran transisi pemerintahan masih berlangsung. Dia pun memperkirakan, pertumbuhan kinerja industri semen ada di sekitar 2%-3% di tahun depan.
Baca Juga: Indocement Prakarsa (INTP) Catat Pertumbuhan Volume Penjualan 7,3% di Kuartal III Namun, jika program tiga juta rumah yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto bisa dikerjakan lebih awal, tidak mustahil jika pertumbuhan kinerja industri semen bisa di atas 5% pada tahun depan. “Pertumbuhan itu jadi sejalan dengan PDB Indonesia. Per satu rumah itu butuh sekitar 2,5 juta -2,7 juta ton semen. Jika ada 3 juta rumah, berarti butuh 6,7 juta ton,” ungkapnya. Selain itu, INTP juga optimistis dengan permintaan semen dari kelanjutan pembangunan infrastruktur di tahun depan, termasuk dari proyek IKN.
“Pembangunan MRT dan LRT di Jabodetabek juga bisa meningkatkan permintaan semen. Selain itu, sejumlah bangunan data center dan pabrik juga masih berlangsung,” paparnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari