KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Masyarakat Indonesia terbukti masih menggemari produk mi instan bermerk Indomie. Produk dari Indofood tersebut nyatanya masih mendulang sukses di periode semester I-2019. Lihat saja kinerja PT Indofood Sukses Makmur Tbk (
INDF) yang mencetak pertumbuhan pendapatan 8,73% pada kuartal pertama tahun ini menjadi Rp 19,17 triliun. Atau naik periode sama tahun dari sebelumnya Rp 17,63 triliun. Bahkan, laba bersih INDF meningkat 13,5% menjadi Rp 1,35 triliun dari sebelumnya Rp 1,19 triliun Berdasarkan laporan keuangan INDF kuartal I-2019 pendapatan terbesar Indofood masih berasal dari produk konsumen bermerek yang mencapai total Rp 10,75 triliun. Penjualan segmen ini tumbuh 13,28% jika dibandingkan dengan kuartal pertama tahun lalu yang mencapai Rp 9,49 triliun.
Penjualan Bogasari kepada pelanggan eksternal pun naik 15,91% menjadi Rp 4,59 triliun. Segmen agribisnis mencatat kenaikan penjualan kepada pelanggan eksternal sebesar 3,70% menjadi Rp 2,80 triliun dari sebelumnya Rp 2,70 triliun. Sedangkan pendapatan distribusi INDF turun menjadi Rp 1,03 triliun dari sebelumnya Rp 1,48 triliun. Menurut Fransiscus Welirang, Direktur Indofood Sukses Makmur kebutuhan bahan baku terigu untuk mi instan naik 8% dalam periode Januari hingga Mei 2019. "Bila kebutuhan terigu naik maka bisa dipastikan produksi mi instan ikut naik," kata Franky, Jumat (24/5). Demi menyesuaikan kebutuhan grup maupun kebutuhan luar, INDF juga menambah kapasitas terpasang produksi tepung terigu di pabrik Tanjung Priok, Jakarta Utara. Rencananya INDF juga membangun fasilitas produksi di Cibitung, Jawa Barat. Untuk fasilitas produksi tepung terigu yang berada di Tanjung Priok terdapat tiga
line yang ditingkatkan kapasitasnya. Franky menjelaskan ada pengantian mesin lama sehingga terdapat penambahan 1.200 ton per hari untuk penggilingan. "Saat ini sudah dua
line berjalan, untuk
line ketiga akhir tahun ini akan berproduksi," tambahnya. Sayangnya untuk nilai investasi belum dibeberkan. Saat ini INDF ini juga dalam tahap membangun pabrik tepung terigu di Cibitung. Fransiskus menuturkan pemasangan tiang pancang sudah selesai dan diperkirakan pembangunan pabrik selesai pada akhir tahun depan. Nantinya akan ada tambahan kapasitas produksi 1.500 ton per hari. Kapasitas produksi tepung terigu grup Indofood sekitar 3,1 juta ton per tahun. "Kami juga akan meningkatkan kapasitas produksi pasta di Tanjung Priok," katanya. Hanya saja tidak disebutkan kapasitas produksinya. Meski demikian Indofood tak mau menggantungkan kinerja hanya dari produk mi instan saja. Menurutnya saat ini banyak tantangan yang harus dihadapi oleh pelaku industri makanan dan juga minuman. Franky menilai, perang dagang antara Tiongkok dan Amerika Serikat tak berdampak bagi industri Indofood, sebab umumnya industri di Indonesia sudah mampu menyesuaikan dengan daya beli masyarakat yang dinamis. "Manusia itu tinggal menyesuaikan daya beli dan industri harus sesuaikan daya beli tersebut. Saya kira kita tidak perlu khawatir," tambahnya. Oleh karena itu, Indofood berencana akan melanjutkan berbagai strategi dan inisiatif inovasi yang dijalankan. Hal ini mengingat ada perubahan pola konsumsi masyarakat, perubahan teknologi dan sistem perdagangan Indonesia yang berubah. "Oleh karena itu kami perlu inovasi agar tidak ketinggalan," katanya.
Franky menambahkan inovasi yang dilakukan mulai dari manajemen sistem distribusi, mengelola sisi keamanan produk, serta menambah portfolio produk makanan yang mempunyai kadar gizi baik. "Ke depannya makin banyak tuntutan dari konsumen. Kami harus siap untuk bisa menyesuaikan dengan tuntutan tersebut," pungkasnya. Sekedar info, anak usaha Salim Group lain yakni PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) mencetak pertumbuhan penjualan neto konsolidasi 13,92% pada kuartal pertama tahun ini menjadi Rp 11,26 triliun dari kuartal pertama tahun lalu Rp 8,8 triliun. Didominasi oleh produk mi instan sebesar Rp 7,45 triliun. Atau naik dari periode sama tahun lalu sebesar Rp 6,55 triliun Bahkan, laba usaha ICBP meningkat 14,04% menjadi Rp 1,96 triliun dari sebelumnya Rp 1,72 triliun. Emiten konsumer yang memiliki lebih dari 40 merek produk ini mencatat laba periode berjalan yang dapat diatribusikan ke pemilik entitas induk tumbuh 10,2% secara tahunan menjadi Rp 1,34 triliun dari Rp 1,21 triliun di 2018 Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati