KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Great Eastern General Insurance Indonesia (GEGI) menyampaikan pasar asuransi gempa bumi masih besar ke depannya. Marketing Director Great Eastern General Insurance Indonesia Linggawati Tok mengatakan hal itu berdasarkan posisi Indonesia yang dikelilingi oleh ring of fire dengan ragam bencana alam yang mengancam, terutama risiko gempa bumi dari ujung Barat sampai Timur wilayah Indonesia. "Ditambah, adanya ancaman Megathrust sudah menjadi pembicaraan hangat di industri asuransi dalam 10 tahun terakhir," ucapnya kepada Kontan, Kamis (3/10).
Baca Juga: Respons Usulan Tarif Asuransi Gempa Bumi, Great Eastern Khawatir Permintaan Turun Jadi, Linggawati menilai seharusnya membeli asuransi gempa adalah kebutuhan utama masyarakat Indonesia. Dia bilang tentu perlu keberpihakan pemerintah untuk melindungi masyarakat sebelum dan sesudah bencana, termasuk melalui asuransi gempa bumi. Sementara itu, Linggawati menerangkan Great Eastern telah meraih Rp 59 miliar premi asuransi gempa bumi sampai Agustus 2024. Nilai itu meningkat 20%, jika dibandingkan periode sama tahun sebelumnya. Dia menjelaskan kontribusi premi terbesar adalah dari sektor komersial dan industrial sebesar 90%, sedangkan dari sektor retail dan rumah tinggal masih sekitar 10%. Lebih lanjut, Linggawati menjelaskan Great Eastern memiliki sekitar 8.000 nasabah rumah tinggal hingga Agustus 2024. Adapun 25% adalah nasabah yang terikat dengan kredit bank. Hal yang menarik adalah bank umumnya hanya mempersyaratkan asuransi kebakaran saja untuk aset kredit kepemilikan rumah. Faktor utamanya karena premi asuransi gempa bumi masih sangat mahal, yakni dua kali lipat harganya dari premi asuransi kebakaran.
Baca Juga: Aswata Menilai Tarif Premi Asuransi Gempa Bumi Perlu Dinaikkan Sementara itu, Linggawati juga turut angkat bicara terkait usulan Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) agar tarif asuransi gempa bumi dinaikkan pada tahun depan. Adapun AAUI mengusulkan tarif premi asuransi gempa bumi bisa naik 5%-10% atau maksimal kemungkinan 7% pada tahun depan. Nilai itu didapat berdasarkan perhitungan sesar gempa yang baru dan beberapa hal. Dia menilai usulan itu kurang tepat di tengah upaya untuk meningkatkan penetrasi asuransi yang masih sangat rendah.
"Kenaikan tarif premi dikhawatirkan akan menurunkan permintaan asuransi gempa," katanya. Linggawati menerangkan bahwa saat ini tarif asuransi gempa adalah yang paling tinggi, bahkan dua sampai tiga kali lipat dibandingkan dengan tarif asuransi kebakaran dan
property all risk. Oleh karena itu, dia beranggapan kenaikan 5%-10% yang diisyaratkan oleh asosiasi dikhawatirkan akan memberatkan konsumen. Tak hanya itu, dikhawatirkan konsumen yang sudah membeli asuransi gempa tidak memperpanjang polis di tahun berikutnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi