JAKARTA. Indonesia akan mengirimkan tim kecil untuk membahas beberapa kebijakan dan kerjasama bisnis ke Jepang pada Januari 2012. Salah satu agenda terkait proses penyelesaian kontrak kerja sama dengan Nippon Asahan Alumunium Co. Ltd (NAA).Selain itu, kedua negara juga masih memiliki beberapa isu yang belum mendapat titik temu, seperti penerapan anti dumping terhadap besi baja impor asal Jepang dan realisasi Undang-undang Minerba.Menteri Perindustrian, M.S. Hidayat pernah menjanjikan untuk mengomunikasikan pencabutan antidumping besi baja tertentu asal Jepang itu kepada Kementerian Perdagangan.Namun, Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) masih menjalankan proses penyelidikan dan penelitian hal tersebut. Sehingga, produk itu masih dikenai aturan antidumping hingga saat ini. Selain itu, tim kecil itu akan menjelaskan lebih rinci tentang penerapan Undang-undang Minerba. Jepang merupakan salah satu importir sumber daya mineral terbesar asal Indonesia. Namun, apabila Undang-undang Minerba diterapkan maka Jepang tidak akan lagi mendapat pasokan bahan mineral mentah dari Indonesia.Pada beberapa kesempatan, Menteri Ekonomi, Perdagangan, dan Industri Jepang Yukio Edano telah menyampaikan permintaan pengecualian kebijakan tersebut khusus untuk Jepang. Namun, pembahasan itu ternyata belum memuaskan Jepang.Selain isu di atas, kedua belah pihak akan melanjutkan perundingan tahap ketiga PT Inalum. Pada pertemuan sebelumnya, Indonesia dan Jepang belum mendapatkan kesamaan substansi.Hingga kini, lanjut dia, poin pengembangan PT Inalum belum sampai pada tahap pihak pengelola. Termasuk peluang bagi pihak swasta untuk masuk dalam pengelolaan perusahaan tersebut. Targetnya pada Oktober 2012 sudah ada keputusan final mengenai Inalum.Hanya, Kementerian Perindustrian tetap mempersilakan perusahaan asing masuk pada sektor investasi alumina. Hal itu menandakan pemerintah tidak menutup peluang bagi perusahaan selain PT Inalum untuk menggarap alumina."Siapa saja sebenarnya boleh masuk, intinya supaya kita tidak terus-terusan ekspor bauksit," ungkap Dirjen Kerja Sama Industri Internasional Kementerian Perindustrian Agus Tjahajana.PT Inalum memang telah menggarap pasar aluminium melalui kerja patungan dengan Nippon Asahan Alumunium Co. Ltd (NAA). Hasil produksi sekitar 60% diserap Jepang, sedangkan sisanya diserap pasar domestik dan ekspor ke negara lain.Namun, lantaran kedua negara akan mengakhiri kontrak kerja sama pada 2013 maka nantinya diperkirakan perusahaan itu akan menjadi wadah untuk menggarap alumina menjadi alumunium terbesar di Indonesia.Hanya, Agus menekankan, pemerintah tetap membuka peluang bagi perusahaan lain untuk berinvestasi di sektor pengolahan bauksit menjadi alumunium. Untuk ketersediaan bahan baku, perusahaan asing itu bisa berbagi dengan PT Inalum. Atau mungkin, perusahaan asing itu bisa bekerjasama dengan PT Inalum. Apalagi, belum ada ketentuan yang melarang mengenai kolaborasi industri hulu dengan perusahaan tertentu.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Indonesia akan kirim tim ke Jepang untuk bahas kerjasama bisnis
JAKARTA. Indonesia akan mengirimkan tim kecil untuk membahas beberapa kebijakan dan kerjasama bisnis ke Jepang pada Januari 2012. Salah satu agenda terkait proses penyelesaian kontrak kerja sama dengan Nippon Asahan Alumunium Co. Ltd (NAA).Selain itu, kedua negara juga masih memiliki beberapa isu yang belum mendapat titik temu, seperti penerapan anti dumping terhadap besi baja impor asal Jepang dan realisasi Undang-undang Minerba.Menteri Perindustrian, M.S. Hidayat pernah menjanjikan untuk mengomunikasikan pencabutan antidumping besi baja tertentu asal Jepang itu kepada Kementerian Perdagangan.Namun, Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) masih menjalankan proses penyelidikan dan penelitian hal tersebut. Sehingga, produk itu masih dikenai aturan antidumping hingga saat ini. Selain itu, tim kecil itu akan menjelaskan lebih rinci tentang penerapan Undang-undang Minerba. Jepang merupakan salah satu importir sumber daya mineral terbesar asal Indonesia. Namun, apabila Undang-undang Minerba diterapkan maka Jepang tidak akan lagi mendapat pasokan bahan mineral mentah dari Indonesia.Pada beberapa kesempatan, Menteri Ekonomi, Perdagangan, dan Industri Jepang Yukio Edano telah menyampaikan permintaan pengecualian kebijakan tersebut khusus untuk Jepang. Namun, pembahasan itu ternyata belum memuaskan Jepang.Selain isu di atas, kedua belah pihak akan melanjutkan perundingan tahap ketiga PT Inalum. Pada pertemuan sebelumnya, Indonesia dan Jepang belum mendapatkan kesamaan substansi.Hingga kini, lanjut dia, poin pengembangan PT Inalum belum sampai pada tahap pihak pengelola. Termasuk peluang bagi pihak swasta untuk masuk dalam pengelolaan perusahaan tersebut. Targetnya pada Oktober 2012 sudah ada keputusan final mengenai Inalum.Hanya, Kementerian Perindustrian tetap mempersilakan perusahaan asing masuk pada sektor investasi alumina. Hal itu menandakan pemerintah tidak menutup peluang bagi perusahaan selain PT Inalum untuk menggarap alumina."Siapa saja sebenarnya boleh masuk, intinya supaya kita tidak terus-terusan ekspor bauksit," ungkap Dirjen Kerja Sama Industri Internasional Kementerian Perindustrian Agus Tjahajana.PT Inalum memang telah menggarap pasar aluminium melalui kerja patungan dengan Nippon Asahan Alumunium Co. Ltd (NAA). Hasil produksi sekitar 60% diserap Jepang, sedangkan sisanya diserap pasar domestik dan ekspor ke negara lain.Namun, lantaran kedua negara akan mengakhiri kontrak kerja sama pada 2013 maka nantinya diperkirakan perusahaan itu akan menjadi wadah untuk menggarap alumina menjadi alumunium terbesar di Indonesia.Hanya, Agus menekankan, pemerintah tetap membuka peluang bagi perusahaan lain untuk berinvestasi di sektor pengolahan bauksit menjadi alumunium. Untuk ketersediaan bahan baku, perusahaan asing itu bisa berbagi dengan PT Inalum. Atau mungkin, perusahaan asing itu bisa bekerjasama dengan PT Inalum. Apalagi, belum ada ketentuan yang melarang mengenai kolaborasi industri hulu dengan perusahaan tertentu.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News