Indonesia angkat isu kesenjangan di KTT ASEAN



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di KTT ASEAN Summit ke-31 di Manila Filipina, Pemerintah Indonesia kembali membawakan isu akan pentingnya role model pembangunan ekonomi untuk pengentasan kesenjangan.

Isu ini merupakan kelanjutan dari pembahasan forum APEC Business Advisory Council (ABAC) dan APEC Leaders pada KTT APEC ke-25 di Da Nang, Vietnam pada 10-12 November lalu. Presiden Joko Widodo mengedepankan isu pemberdayaan ekonomi di setiap daerah sebagai salah satu upaya mengatasi kesenjangan tersebut.

Presiden Joko Widodo memperjuangkan isu kesenjangan dalam diplomasi international yang melibatkan 21 pimpinan negara APEC. "Kesenjangan ekonomi ini terjadi dimana-mana, bukan hanya pada negara berkembang, melainkan juga pada negara maju. Indonesia cukup baik dijadikan role model dari berbagai pencapaiannya terutama tiga tahun terakhir ini,” ujar ketua ABAC Indonesia Anindya N. Bakrie dalam keterangan tertulis yang diterima KONTAN, Selasa (14/11).


Selama ini, negara-negara anggota ASEAN maupun APEC mengalami pertumbuhan perdagangan dan investasi yang cukup pesat. Namun isu kesenjangan ekonomi masih terjadi di kawasan tersebut. Presiden Jokowi menggarisbawahi, apapun yang akan dilakukan harus menyoroti kesenjangan, termasuk cara menanggulanginya.

Dibutuhkan ekuilibrium yang bisa menyelaraskan antara growth and equity, sehingga tercipta ekonomi berkeadilan. Pemerintah Indonesia telah merampungkan berbagai program ‘inclusive growth’ selama ini, antara lain program dana desa dan penguatan kelembagaan dana desa.

Pemerintah bukan hanya mendistribusikan dana desa senilai Rp 800 juta per desa, namun juga memberdayakan dana tersebut sebagai cash for work, oleh karena desa adalah entitas terkecil penggerak ekonomi bangsa. Pada 2017, total dana desa mencapai Rp 60 triliun.

Indonesia juga menggerakkan program digital economy (ekonomi digital). Pemerintah melihat ekonomi digital tidak hanya menciptakan innovative growth, namun juga membawa dampak disruptif terhadap kondisi yang sudah mapan sebelumnya. Pemerintah harus mengambil posisi tepat dalam memfasilitasi transformasi yang tidak selalu mulus dengan tetap memprioritaskan pembangunan inklusif, berkelanjutan dan penciptaan kesempatan kerja yang produktif.

Selain isu kesenjangan, Presiden Joko Widodo mengangkat pula isu ekonomi maritim (maritime economy). Ke depan, ekonomi maritim harus menjadi salah satu sektor yang diandalkan dalam pembangunan ekonomi negara-negara yang tergabung dalam ASEAN. Terlebih lagi, dua per tiga wilayah APEC dan ASEAN adalah perairan dan ini mirip dengan Indonesia.

Ekonomi maritim cukup efektif pada konektivitas yang berpengaruh terhadap biaya tranportasi atau pengiriman menjadi lebih murah, dan juga berdampak pada aqua culture, yakni pemberdayaan iklim lingkungan laut agar dapat berkembang. “Presiden Joko Widodo melihat bahwa perairan menjadi salah satu sektor ekonomi yang sangat penting. Terlebih lagi tujuh negara ASEAN merupakan anggota dari APEC. Sehingga usulan ini bisa menjadi role model pada ASEAN Summit ke-31 di Manila Filipina,” jelas Anindya.

Beberapa dasar pemikiran Jokowi menjadi visi dasar perjuangan ABAC Indonesia pada APEC pasca 2020. Hal ini agar ekuilibrium antara pertumbuhan perekonomian dan keadilan tercipta bagi seluruh negara di Asia Pasifik sebagaimana landasan kerja sama KTT APEC Bogor Goals 1994 lalu.

Editor: Sandy Baskoro