Indonesia Bebas Impor Gula dan Garam di 2025, Begini Respon ASRIM



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Industri Minuman Ringan (ASRIM) menyatakan bahwa kebijakan untuk tidak lagi impor komoditas garam dan gula konsumsi pada 2025 tidak berimbas pada industri secara langsung.

Sebagai informasi, Menteri Koordinator Bidang Pangan (Menko Pangan) Zulkifli Hasan menyatakan bahwa Indonesia tidak lagi melakukan impor untuk komoditas garam konsumsi, gula konsumsi, beras dan jagung untuk pakan ternak pada 2025. Hal ini disampaikan dalam Rapat Koordinasi Terbatas Penetapan Neraca Komoditas Pangan 2025 di Kantor Kemenko Pangan. 

Ketua Umum ASRIM Triyono Prijosoesilo memberikan tanggapan bahwa industri berskala rumah tangga dan mikro tentu akan terkena dampaknya. 


"Sepemahaman kami keputusan untuk tidak lagi mengimpor gula di tahun 2025 adalah hanya untuk gula konsumsi rumah tangga, sehingga seharusnya tidak secara langsung berdampak ke industri, kecuali untuk industri skala rumah tangga dan mikro yang belum tentu punya akses membeli GKR (gula kristal rafinasi) bagi industri," papar Triyono kepada Kontan, Rabu (11/12). 

Ia melanjutkan sebenarnya Indonesia sudah sejak lama berupaya membangun swasembada gula, dimana secara prinsip tujuan swasembada bagus, terutama terkait food security atau keamanan pangan. 

Baca Juga: Insentif Pajak dan Daya Beli Kelas Menengah

Namun demikian, Triyono menilai keputusan tersebut perlu dikaji secara mendalam bagaimana dampaknya terkait dengan harga dalam negeri. 

Ia mengatakan, jangan sampai swasembada dipaksakan tetapi industri dalam negeri dibebani dengan harga bahan baku yang tinggi. 

"Apalagi kita sudah menganut free trade di level ASEAN sehingga barang-barang produksi dari ASEAN sangat mudah masuk tanpa/minimal bea masuk," imbuhnya. 

Triyono mengatakan dari sisi produksi, produksi gula dalam negeri masih sangat belum mencukupi kebutuhan total konsumsi dan industri. 

"Total kebutuhan gula (GKP dan GKR) seingat saya di kisaran 5-6 juta ton per tahun bahkan lebih. Dimana gula konsumsi kurang lebih sekitar 40-50% dan sisanya adalah kebutuhan industri. Selain itu juga ada sisi kualitas yang perlu diperhatikan. Gula industri mempunyai spek kebutuhan yang khusus yang belum tentu dapat dipenuhi oleh produksi perkebunan lokal," lanjut dia. 

Triyono menegaskan, perlu ada visi yang jelas bagaimana Pemerintah dan industri melihat peran bahan baku gula bagi pertimbuhan industri dalam negeri. 

Menurutnya, gula memiliki peran sangat penting sebagai salah satu bahan baku utama tapi di sisi lain Pemerintah masih mempunyai kebijakan yang belum sinkron. Misalnya, lanjut Triyono,  usulan Cukai MBDK ataupun juga PP Kesehatan terkait GGL yang hanya melihat sektor industri tanpa melihat profil keseluruhan konsumsi gula. 

"Apabila memang Pemerintah ingin mengejar pertumbuhan ekonomi sebesae 8% maka sektor konsumsi terutama mamim yang menjadi kontributor besar pertumbuhan non-migas, harus didukung. Jangan malah dibebani dengan aturan-aturan tambahan yang menyulitkan pelaku usaha," pungkasnya. 

Baca Juga: Pemerintah Setop 4 Komoditas Pangan di 2025, Ini Daftarnya

Selanjutnya: Harga Minyak Naik 4 Hari Beruntun Hingga Kamis (12/12) Dipicu Sanksi Baru Bagi Rusia

Menarik Dibaca: Sering Dikira Sama, Ini Beda Postpartum Depression dan Baby Blues

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tri Sulistiowati