Indonesia belum maksimal manfaatkan GSP



JAKARTA. Fasilitas kredit dari pemerintah Amerika Serikat dengan skema Generalized System of Preferences (GSP) ternyata masih belum banyak dimanfaatkan oleh pelaku usaha di Indonesia. Hal tersebut dikemukakan oleh Kementerian Perdagangan melalui Deputi Direktur Kerjasama Bilateral Amerika Dirjen Kerjasama Perdagangan Internasional, Olvy Adrianita, di Jakarta, Jumat (2/3).

Olvy memaparkan produk yang mendapatkan GSP baru sebesar 16% dari 3.400 produk, yaitu baru sekitar 652 produk Indonesia yang mendapatkan GSP. Fasilitas GSP ini menyediakan perlakukan bebas bea masuk terhadap 3.400 jenis produk di 129 negara termasuk Indonesia, serta memberikan akses yang luas ke pasar Amerika Serikat.

Menurut Olvy belum maksimalnya pemanfaatan GSP disebabkan beberapa faktor, seperti ketidaktahuan pengusaha Indonesia dan kesulitan memenuhi persyaratan untuk mendapatkan fasilitas GSP. "Untuk meningkatkan, pertama dengan sistem edukasi dan kita aktif membantu mereka dengan membuka fasilitas yang lain tentang apa yang mereka belum pahami peraturannya," ujar Olvy. Pemerintah juga menyarankan pengusaha Indonesia yang belum memiliki pasar di Amerika Serikat untuk mengikuti pameran dagang di Negara Paman Sam tersebut, karena menurut Olvy kegiatan ini belum banyak diikuti pengusaha Indonesia. Selain untuk mendapatkan fasilitas GSP Olvy menilai kegiatan tersebut dapat memperluas pasar Indonesia di Amerika.


Sedangkan langkah yang dilakukan pemerintah melalui Kementerian perdagangan untuk memperluas pasar Indonesia di Amerika antara lain, membantu menyelesaikan kasus-kasus perdagangan, memberikan informasi secara lengkap terkait kebijakan perdagangan serta membantu mencari pasar lain ketika pengusaha Indonesia tidak berhasil menembusnya. Yang tidak kalah penting menurut Olvy adalah peningkatan kerja sama dengan Pemerintah Amerika Serikat, juga dengan pengusaha Indonesia sendiri dan membantu pengusaha melakukan usaha ekspor online dan help-desknya. Wakil Menteri Perdagangan, Bayu Khrisnamurti juga berpendapat dalam kerja sama perdagangan dengan Amerika Serikat tidak bisa lagi secara general, harus ada sasaran pasar secara spesifik dan produk yang sifatnya fungsional. Ia juga memaparkan harus ada rancangan mekanisme untuk promosi dan penjualan yang sesuai dengan produk yang akan dipasarkan, dan tidak terfokus pada kota-kota besar semata.

"Tidak perlu ada roadmap nasional, yang penting kita punya marketing plan untuk 2-3 tahun ke depan, ini yang haus dibahas sama-sama. Menurut saya yang paling berperan di sini adalah asosiasi, mereka yang harusnya lebih tahu. Pemerintah di sini cuma jadi fasilitatornya," ungkap Bayu Hingga kini menurut Olvy hambatan paling besar yang dihadapi pengusaha Indonesia ketika ingin memasarkan produknya di Amerika adalah soal keamanan dan tarif bea masuk. "Beberapa waktu lalu kita banyak dituduh melakukan dumping dan subsidi, itu kan berhubungan dengan tarif. Jadi karena ketidaktahuan masyarakat Indonesia untuk penghitungan barang masuk ke Amerika yang menjadi kendala. Sehingga banyak yang harus kita siasati dan banyak yang harus kita hindari," ungkapnya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Djumyati P.