JAKARTA. Indonesia tidak hanya bisa mengantongi hibah untuk pelestarian hutan dari Norwegia sebesar US$ 1 miliar. Negara kita juga bisa meraup fulus minimal sebanyak US$ 123,75 juta per tahun mulai tahun depan dari negeri Skandinavia itu lewat program mengurangi emisi karbon dari kerusakan hutan alias Reduction Emision from Deforestation and Forest Degradation (REDD).Hadi Daryanto, Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan Kementerian Kehutanan, mengatakan, uang tersebut merupakan klaim yang harus dibayar Norwegia atas emisi karbon atawa CO2e yang bisa kita kurangi sebanyak 123,75 juta ton pertahun. "Dengan asumsi nilai CO2e US$ 1 per ton, kita bisa klaim US$ 123,75 juta," katanya, akhir pekan lalu.Rumus hitung-hitungannya, Hadi menjelaskan, berasal dari luas deforestasi rata-rata (LDR) selama lima tahun terakhir, yakni sebesar 1,175 juta hektare, dikurangi perkiraan laju deforestasi tahunan (LDT) 2011 sebanyak 950.000 hektare. Lalu, dikalikan dengan volume karbon dari biomass hutan tropis: 550 ton CO2e per hektare.LDR seluas 1,175 juta hektare ini merupakan acuan dasar yang digunakan Indonesia dalam negosiasi perubahan iklim termasuk dengan Norwegia. Berdasarkan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), setiap negara boleh memakai hitungan deforestasi berdasarkan kepentingan masing-masing. Soal patokan harga karbon, Hadi bilang, baru akan diputuskan dalam forum United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) di Meksiko pada Desember 2010. Nilainya, bisa jadi lebih tinggi dari yang berlaku sekarang, yaitu US$ 1 per ton. Tetapi, "Perjuangan negara berkembang seperti Indonesia ini tidak mudah, karena negara maju juga tidak akan mau memberi harga tinggi," ungkap Hadi.Sebagai catatan, dana US$ 123,75 juta tadi belum menghitung penghasilan atas stok karbon yang berhasil Indonesia tingkatkan melalui REDD+. Yakni, mencegah degradasi lahan akibat aktivitas sektor nonkehutanan, seperti perkebunan dan pertambangan, di kawasan hutan.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Indonesia Bisa Dapat US$ 123 Juta/Tahun dari REDD
JAKARTA. Indonesia tidak hanya bisa mengantongi hibah untuk pelestarian hutan dari Norwegia sebesar US$ 1 miliar. Negara kita juga bisa meraup fulus minimal sebanyak US$ 123,75 juta per tahun mulai tahun depan dari negeri Skandinavia itu lewat program mengurangi emisi karbon dari kerusakan hutan alias Reduction Emision from Deforestation and Forest Degradation (REDD).Hadi Daryanto, Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan Kementerian Kehutanan, mengatakan, uang tersebut merupakan klaim yang harus dibayar Norwegia atas emisi karbon atawa CO2e yang bisa kita kurangi sebanyak 123,75 juta ton pertahun. "Dengan asumsi nilai CO2e US$ 1 per ton, kita bisa klaim US$ 123,75 juta," katanya, akhir pekan lalu.Rumus hitung-hitungannya, Hadi menjelaskan, berasal dari luas deforestasi rata-rata (LDR) selama lima tahun terakhir, yakni sebesar 1,175 juta hektare, dikurangi perkiraan laju deforestasi tahunan (LDT) 2011 sebanyak 950.000 hektare. Lalu, dikalikan dengan volume karbon dari biomass hutan tropis: 550 ton CO2e per hektare.LDR seluas 1,175 juta hektare ini merupakan acuan dasar yang digunakan Indonesia dalam negosiasi perubahan iklim termasuk dengan Norwegia. Berdasarkan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), setiap negara boleh memakai hitungan deforestasi berdasarkan kepentingan masing-masing. Soal patokan harga karbon, Hadi bilang, baru akan diputuskan dalam forum United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) di Meksiko pada Desember 2010. Nilainya, bisa jadi lebih tinggi dari yang berlaku sekarang, yaitu US$ 1 per ton. Tetapi, "Perjuangan negara berkembang seperti Indonesia ini tidak mudah, karena negara maju juga tidak akan mau memberi harga tinggi," ungkap Hadi.Sebagai catatan, dana US$ 123,75 juta tadi belum menghitung penghasilan atas stok karbon yang berhasil Indonesia tingkatkan melalui REDD+. Yakni, mencegah degradasi lahan akibat aktivitas sektor nonkehutanan, seperti perkebunan dan pertambangan, di kawasan hutan.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News