Indonesia bisa menang lagi dari Newmont



JAKARTA. Pemerintah Republik Indonesia diyakini bisa kembali memenangkan gugatan dalam arbitrase International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID), yang dilayangkan oleh PT Newmont Nusa Tenggara.

Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (Iress) Marwan Batubara mengatakan, Indonesia pernah memenangkan gugatannya atas Newmont pada 2008 terkait divestasi, meskipun tidak menang utuh. Dia mengatakan, kemungkinan, kemenangan bisa terulang.

Sebagai informasi, pada 11 Februari 2008, Newmont dianggap lalai karena tidak menjual saham sesuai dengan kontrak karya, yang diteken pada Desember 1986. Pada 26 Februari 2009, Newmont meminta penundaan divestasi.


Pemerintah pun mengajukan gugatan atas sengketa divestasi Newmont ke arbitrase internasional pada 3 Maret 2008. Pada 31 Maret 2009, pemerintah mengumumkan kemenangan Indonesia atas gugatan terhadap Newmont pada sidang arbitrase internasional.

Marwan mengatakan, latar belakang tentang kenapa smelting diberlakukan bisa menjadi argumen kuat memenangkan gugatan. Dia menjelaskan, kewajiban melakukan pemurnian adalah dalam rangka meningkatkan penerimaan negara, meningkatkan nilai tambah, dan membuka lapangan kerja.

“Kita butuh dana untuk kepentingan rakyat, termasuk mengentaskan rakyat miskin. Pengalaman di Venezuela memenangkan gugatan arbitrase di ICSID, dengan alasan mengentaskan rakyat miskin,” ungkap Marwan kepada Kompas.com saatdihubungi pada Rabu (23/7/2014).

Marwan menceritakan, kejadian yang menimpa Venezuela bisa menjadi contoh bagi Indonesia. Venezuela digugat Exxon lantaran menutup tambang Exxon. Dengan argumen mengentaskan rakyat miskin, akhirnya Pemerintah Venezuela memenangi sengketa.

“Hasil sidang ICSID yang keluar pada Desember 2012 bahkan disebut sabagai hadiah Natal,” katanya.

Menurut Marwan, materi jawaban soal latar belakang pewajiban smelter pun cukup kuat. Hal tersebut dilakukan karena pembangunan smelter merupakan aturan turunan dari undang-undang, yang dalam hal ini, undang-undang itu merupakan terjemahan dari keinginan rakyat.

“Undang-undang itu lebih tinggi dari perjanjian kontrak karya karena merupakan cerminan kedaulatan rakyat. Jadi, jangan sampai kita ngalah pada kontrak sehingga kedaulatan itu hilang,” ujar Marwan.

Terkait dengan rencana pemerintah melayangkan gugatan balik, Marwan mengira, pemerintah bisa menggunakan alasan Newmont menutup Tambang Batu Hijau, NTB. “Karena mereka menghentikan kegiatan, padahal masalah smelting itu diatur juga di dalam kontrak karya. Jangan dikira tidak ada aturan pemurnian,” kata Marwan. (Estu Suryowati)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie