JAKARTA. Pemerintah akan menambah jumlah lembaga penilai legalitas kayu. Kebijakan ini sebagai konsekuensi diakuinya Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) sebagai metode melacak kayu legal oleh Uni Eropa.Hingga saat ini, jumlah lembaga penilai legalitas kayu masih minim. Saat ini, baru ada lima lembaga penilai legalitas kyu. Lima lembaga tersebut adalah Badan Revitalisasi Industri Kehutanan (BRIK), PT Sucofindo, PT Mutu Agung Lestari, PT Mutu Agung Hijau Indonesia dan PT TUV Internasional Indonesia. "Akan kami tambahkan, sekarang lagi diproses," ujar Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan Hadi Daryanto kepada KONTAN, Jumat (6/5). Kementerian Kehutanan mengakui ada lima lembaga yang sedang diproses. Kelima lembaga tersebut adalah PT Sarbi Moerhani Lestari,PT SGS Indonesia,PT Almasentra Konsulindo,PT Equality Indonesia, dan Smartwood Rainforest Alliance.Menurut Hadi, idealnya Indonesia memiliki banyak lembaga penilai untuk memberikan penilaian terhadap industri kayu yang jumlahnya mencapai ribuan unit. “Kalau mereka mau ekspor kan kalau tidak punya sertifikat legalitas susah,”ujarnya.Berdasarkan catatan Kementerian Kehutanan, industri kayu yang memiliki kapasitas produksi di atas 6.000 meter kubik (m3) sebanyak 314 unit. Sedangkan, yang memiliki kapasitas produksi di bawah 6.000 m3 dan terdaftar di pemerntah daerah jumlahnya mencapai ribuan unit. “Kalau dibawah 6.000 kan di kabupaten, itu jumlahnya ribuan,”ujarnya.Sampai April 2011, Hadi mengatakan telah melakukan Verifikasi Legalitas Kayu (VLK) pada hutan alam sebanyak empat unit seluas 461.164 hektare. Dari empat itu, baru satu unit yang mendapat sertifikat legalitas kayu dan tiga unit lainnya masih dalam proses.Sedangkan VLK pada hutan tanaman sebanyak satu unit seluas 350.165 ha dan sudah mendapatkan sertifikat legalitas kayu. Sedangkan untuk verifikasi legalitas kayu pada Izin Usaha Primer Hasil Hutan Kayu (IUIPHHK) dan Izin Usaha Industri (IUI) telah dilaksanakan sebanyak 86 unit, 35 unit diantaranya sudah mendapatkan sertifikat lagalitas kayu.Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan Iman Santoso mengatakan, penambahan jumlah lembaga penilai ini sangat diperllukan agar semua unit industri kehutanan itu bisa dinilai. ”Kami akan kerja sama dengan Komite Akreditasi Nasional untuk menambah itu,” ujarnya.Kementerian Kehutanan juga akan mengevaluasi embaga penilai yang sudah mendapat akrediatasi dari KAN. ”Kalau kinerja mereka sudah ketahuan, baru kami bisa tentukan berapa ideal jumlah lembaga penilai ini,” ujarnya.Tapi Iman mengatakan, semakin banyak jumlah lembaga penilai semakin baik.”Kalau suplainya banyak, mutunya harus didorong terus,”ujarnya.Sekadar mengingatkan, Indonesia dan Uni Eropa sepakat untuk tidak memperdagangkan produk kayu hasil illegal logging. Kesepakatan ini ditandai dengan penandatanganan Voluntary Partnership Agreement (VPA) on Forest Law Enforcement Governance and Trade (FLEGT) antara Menteri Kehutan Zulkifli Hasan dengan Komisioner Perdagangan Uni Eropa Karel de Gucht di Jakarta, Rabu (4/5).Data Kementerian Kehutanan menunjukkan nilai total ekpor hasil kayu dan produk kayu Indonesia pada 2010 mencapai US$ 9,7 miliar. Dari jumlah itu sebanyak 13,5% atau US$ 1,3 miliar ke Uni Eropa.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Indonesia butuh lembaga penilai legalitas kayu
JAKARTA. Pemerintah akan menambah jumlah lembaga penilai legalitas kayu. Kebijakan ini sebagai konsekuensi diakuinya Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) sebagai metode melacak kayu legal oleh Uni Eropa.Hingga saat ini, jumlah lembaga penilai legalitas kayu masih minim. Saat ini, baru ada lima lembaga penilai legalitas kyu. Lima lembaga tersebut adalah Badan Revitalisasi Industri Kehutanan (BRIK), PT Sucofindo, PT Mutu Agung Lestari, PT Mutu Agung Hijau Indonesia dan PT TUV Internasional Indonesia. "Akan kami tambahkan, sekarang lagi diproses," ujar Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan Hadi Daryanto kepada KONTAN, Jumat (6/5). Kementerian Kehutanan mengakui ada lima lembaga yang sedang diproses. Kelima lembaga tersebut adalah PT Sarbi Moerhani Lestari,PT SGS Indonesia,PT Almasentra Konsulindo,PT Equality Indonesia, dan Smartwood Rainforest Alliance.Menurut Hadi, idealnya Indonesia memiliki banyak lembaga penilai untuk memberikan penilaian terhadap industri kayu yang jumlahnya mencapai ribuan unit. “Kalau mereka mau ekspor kan kalau tidak punya sertifikat legalitas susah,”ujarnya.Berdasarkan catatan Kementerian Kehutanan, industri kayu yang memiliki kapasitas produksi di atas 6.000 meter kubik (m3) sebanyak 314 unit. Sedangkan, yang memiliki kapasitas produksi di bawah 6.000 m3 dan terdaftar di pemerntah daerah jumlahnya mencapai ribuan unit. “Kalau dibawah 6.000 kan di kabupaten, itu jumlahnya ribuan,”ujarnya.Sampai April 2011, Hadi mengatakan telah melakukan Verifikasi Legalitas Kayu (VLK) pada hutan alam sebanyak empat unit seluas 461.164 hektare. Dari empat itu, baru satu unit yang mendapat sertifikat legalitas kayu dan tiga unit lainnya masih dalam proses.Sedangkan VLK pada hutan tanaman sebanyak satu unit seluas 350.165 ha dan sudah mendapatkan sertifikat legalitas kayu. Sedangkan untuk verifikasi legalitas kayu pada Izin Usaha Primer Hasil Hutan Kayu (IUIPHHK) dan Izin Usaha Industri (IUI) telah dilaksanakan sebanyak 86 unit, 35 unit diantaranya sudah mendapatkan sertifikat lagalitas kayu.Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan Iman Santoso mengatakan, penambahan jumlah lembaga penilai ini sangat diperllukan agar semua unit industri kehutanan itu bisa dinilai. ”Kami akan kerja sama dengan Komite Akreditasi Nasional untuk menambah itu,” ujarnya.Kementerian Kehutanan juga akan mengevaluasi embaga penilai yang sudah mendapat akrediatasi dari KAN. ”Kalau kinerja mereka sudah ketahuan, baru kami bisa tentukan berapa ideal jumlah lembaga penilai ini,” ujarnya.Tapi Iman mengatakan, semakin banyak jumlah lembaga penilai semakin baik.”Kalau suplainya banyak, mutunya harus didorong terus,”ujarnya.Sekadar mengingatkan, Indonesia dan Uni Eropa sepakat untuk tidak memperdagangkan produk kayu hasil illegal logging. Kesepakatan ini ditandai dengan penandatanganan Voluntary Partnership Agreement (VPA) on Forest Law Enforcement Governance and Trade (FLEGT) antara Menteri Kehutan Zulkifli Hasan dengan Komisioner Perdagangan Uni Eropa Karel de Gucht di Jakarta, Rabu (4/5).Data Kementerian Kehutanan menunjukkan nilai total ekpor hasil kayu dan produk kayu Indonesia pada 2010 mencapai US$ 9,7 miliar. Dari jumlah itu sebanyak 13,5% atau US$ 1,3 miliar ke Uni Eropa.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News