Indonesia butuh pembiayaan infrastruktur besar



JAKARTA. Ekonom Samuel Asset Manajemen Lana Soelistianingsih mengatakan pemerintah Indonesia harus tetap menggunakan pembiayaan dari Bank Dunia ataupun ADB. Indonesia perlu melihat lebih jauh lagi apakah pembiayaan infrastruktur yang berasal dari AIIB ini bisa bertahan lama.

Menurut Lana, kalau suku bunga pinjaman dari AIIB bisa berkompetisi maka bisa jadi pinjaman dari AIIB lebih murah. "Namun Indonesia perlu hati-hati dengan dominasi baru ini. Jangan lupa sama teman lama," terang Lana ketika dihubungi KONTAN, Senin (27/4).

Indonesia telah bekerja sama dengan Bank Dunia sejak lama yaitu sejak 1970-an. Seandainya Indonesia sudah menggunakan AIIB dan tidak menggunakan Bank Dunia ataupun ADB dan ketika Indonesia ingin kembali mencari pinjaman di dua lembaga tersebut, maka Indonesia akan dipersulit. Posisi Indonesia masih relatif lemah sehingga membutuhkan dukungan semua pihak.


Sebagai informasi, hadirnya Bank Investasi Infrastruktur Asia (AIIB) besutan China sebagai bank infrastruktur baru menarik perhatian khalayak dunia. Pemerintah Indonesia pun menyatakan perannya untuk bergabung dalam Bank Infrastruktur Asia tersebut.

Hadirnya AIIB di tengah lembaga pembiayaan lainnya yang sudah terlebih dahulu melintang seperti Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia (ADB) tidak membuat pemerintah melupakan dua lembaga tersebut. Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan respon terhadap AIIB memang masih menuai kritik ketika ia bertolak ke Washington Amerika menghadiri kegiatan World Bank.

Meskipun dalam hal ini, Bank Dunia dan ADB sendiri sudah bisa menerima bahwa AIIB akan muncul. Negara-negara berkembang, diakuinya, ingin mempunyai solusi sendiri dalam pembiayaan infrastruktur sehingga muncullah lembaga AIIB. Adanya AIIB bukan berarti Indonesia tidak akan membutuhkan World Bank dan ADB yang selama ini telah membiayai pembangunan Indonesia.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia