Indonesia butuh UU Migas yang lebih perkasa



JAKARTA. Pasca dibubarkannya Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas), wacana memperkuat Undang-Undang Migas kembali mencuat.

Sebab, kata Komaidi Notonegoro, Wakil Direktur Reforminer Institute, pengalihan Bp Migas ke Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) tak cukup berupa Peraturan Presiden (Perpres) saja.

"Amanat dari MK (Mahkamah Konstitusi) itu berlaku sampai keluar UU Migas baru. Karena itu perlu didorong segera dikeluarkannya UU Migas baru yang lebih berkualitas," ujar Komaidi kepada KONTAN, Jumat (16/11).


Komaidi juga bilang, kebijakan yang diambil pemerintah saat ini hanya sebagai kebijakan sementara saja. "Saya kira ini (kebijakan Prpres) masih sebatas merespon keputusan MK saja," katanya.

Namun begitu, Komaidi mengapresiasi langkah pemerintah yang telah mengambil sikap dengan mengambil alih fungsi BP Migas yang diserahkan ke Kementerian ESDM.

Sebelumnya, AM Putut Prabantoro, eks Penasehat Ahli Kepala BP Migas memngingatkan akan konsekuen dari putusan MK. "Jika BP Migas dinyatakan melanggar UUD 1945, maka seluruh keputusan BP Migas juga tak sah," kata dia.

Alhasil, kata Putut, seluruh kontrak-kontrak migas yang lama yang diteken BP Migas juga rawan dipersoalkan. Senada dengan Putut, Firlie Ganinduto, Ketua Komite Tetap Hulu Migas Kamar Dagang Industri Indonesia (Kadin) mengkhawatirkan kontrak-kontrak migas yang sudah diteken.

" BP Migas yang sudah 10 tahun jalan dengan Undang-undang saja bisa dibubarkan, apalagi kontrak KKKS," kata Firlie.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Asnil Amri