Indonesia gaet tiga proyek dari energy forum China



Nanning. Selain menjadi tuan rumah bagi penyelenggaraan China ASEAN Expo, Kota Nanning, Guangxi juga menjadi tempat event Indonesia-China Energy Forum (ICEF) yang ke-4, yang dibuka oleh Menteri BUMN Mustafa Abubakar. "Acara ini merupakan yang keempat kalinya dan hasilnya menunjukkan kemajuan yang bagus," kata Mustafa dalam konferensi pers, Selasa (19/10).

Mustafa menjelaskan, tujuan dari penyelenggaraan Energy Forum adalah untuk menjalankan kerjasama di bidang kelistrikan, migas, pertambangan, dan geothermal. Lewat ajang ICEF keempat tersebut, Indonesia berhasil mendapatkan tiga proyek. "Pertama, pengembangan kelistrikan di Bali Utara (Celuk Balungan). Kedua, pengembangan industri pertambangan mangan di Indonesia timur. Saya rasa ini akan sangat bagus untuk membantu pembangunan Indonesia timur, yang belum memiliki pabrik semen. Ketiga, kerjasama di bidang migas, yang saya belum tahu lokasinya," jelas Mustafa.

Sayang, Mustafa tidak menyebutkan nilai investasi ketiga proyek tersebut. Namun, ia berharap dengan kerjasama di bidang kelistrikan ini, Indonesia akan segera bisa mengatasi krisis listrik yang sudah berlangsung selama tiga kuartal terakhir.


Mustafa juga berharap, ada kerjasama lebih lanjut untuk penyediaan peralatan kelistrikan dengan China. "Nanning dulu daerah yang miskin. Ternyata banyak pengusaha kita berperan untuk perkembangan di sini, seperti Sinar Mas, Gajah Tunggal. Jadi, kita sekarang juga berharap pengusaha mereka ganti memberi kontribusi untuk kita," ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu menambahkan, hubungan strategis dengan China, Indonesia akan mendapatkan keuntungan dari nilai ekspor yang terus meningkat. "Saat ekspor non migas kita ke negara-negara maju mengalami kontraksi, ekspor non migas kita ke China meningkat, dari US$ 7,8 miliar menjadi US$ 8,9 miliar pada tahun 2009," ujar Mari.

Menurut Mari, nilai ekspor non migas kita ke China dari Januari hingga Juli 2010 telah mencapai US$ 7 miliar. "Ini menunjukkan, strategi yang kita putuskan 5 tahun lalu sudah ke arah yang tepat," kata Mari.

Sementara itu, Menteri Perindustrian MS Hidayat, yang juga menyertai kunjungan Wapres Boediono ke China, mengatakan, dari perspektif perindustrian, kementerian yang dipimpinnya mempunyai misi untuk menarik investasi di sektor manufaktur ke Indonesia. "Terutama di sektor industri baja, tekstil, dan alas kaki," kata Hidayat.

Hidayat berharap, pengusaha China tertarik untuk memakai Indonesia sebagai base production dari produk mereka. "Terutama kami ingin menarik manufaktur capital goods (barang produksi). Saat ini ada sekitar 250 pabrik tekstil yang membutuhkan mesin baru dan kami berharap China membangun pabrik di Indonesia, sehingga kita tidak lagi mengimpor," kata Hidayat.

Di sektor industri baja, Hidayat mengaku tengah dalam proses negosiasi dengan dua perusahaan baja terbesar di China, yaitu Baosteel Group dan Woo Fung.

Dalam kunjungan kali ini, Wapres, yang disertai Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan, Menteri BUMN, Direktur Utama PLN, Direktur Utama Telkom, dan Direktur Utama Pertamina, juga menyelenggarakan dialog dengan para pengusaha dari China dan Indonesia. "Kami membawa lima proyek untuk ditawarkan. Pertama, proyek listrik 10.000 MW di Jateng, senilai sekitar US$ 3 miliar. Kedua, proyek Jakarta railway senilai US$ 735 juta, ketiga proyek water supply facilities di Jatim senilai US$ 204 juta, proyek cruise terminal sekitar US$ 36 juta, dan proyek tol Bukittinggi senilai US$ 470 juta. selain itu ada tambahan proyek trans jawa tol dan pembangunan listrik 10.000 MW tahap kedua," kata Boediono, dalam acara dialog tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Djumyati P.