JAKARTA. Ketegangan dunia akibat kian meningkatnya suhu perang mata uang alias currency war yang dimotori oleh China dan Amerika Serikat bisa diturunkan dengan adanya inisiatif global. Misalnya, dengan meneken komitmen bersama di antara negara-negara emerging market terutama di Asia untuk koordinasi terkait posisi mata uangnya. Sebagai anggota G20, Indonesia mestinya bisa mengambil inisiatif untuk hal ini, di forum G20 bulan depan di Korea Selatan.Ekonom Iwan Jaya Azis menuturkan, perang mata uang pada dasarnya berepisentrum di China, dengan kebijakannya yang membiarkan pelemahan Yuan. Ditambah terus derasnya capital inflow yang membanjiri negara-negara emerging market seiring masih lambatnya pemulihan ekonomi di AS dan Eropa, mendorong banyak negara memilih kebijakan menahan penguatan mata uangnya. Langkah depresiasi nilai tukar ini ditempuh dengan mengintervensi pasar melalui pemborongan dolar di pasar. Walhasil, nilai cadangan devisa pun semakin membesar dan menyulut kenaikan biaya fiskal. Ini yang terjadi pada China yang memiliki nilai cadev hingga di atas US$ 1 triliun. Menurut Iwan, hal ini perlu koordinasi di tingkat kawasan. China saat ini ditekan agar membiarkan penguatan yuan. Namun China takut karena kalau yuan dibiarkan kuat maka ekspor dia bakal kalah sama negara-negara lain. "China hanya mau melakukan itu jika negara lain juga melakukan hal yang sama, artinya ada tuntutan melakukan komitmen bersama untuk meredakan currency war ini," ujar Iwan yang juga menjabat sebagai Head of Office of Regional Economic Integration Asia Development Bank, Filipina, di sela acara Seminar Internasional tahunan BI di Jakarta, Jumat hari ini (22/10).Komitmen ini lebih berat dituntut untuk kawasan Asia karena kebanyakan capital flow mengalir ke Asia. "Oleh dunia, Asia saat ini dianggap sebagai motor dan dituntut untuk memberi peran lebih," kata Iwan. Forum G20 bulan depan di Korea Selatan bakal menjadi ajang pertemuan global yang panas dan sengit. Terlebih jika China tetap keras kepala dengan kebijakan pelemahan yuan-nya.
Indonesia harus bisa ambil inisiatif di G20
JAKARTA. Ketegangan dunia akibat kian meningkatnya suhu perang mata uang alias currency war yang dimotori oleh China dan Amerika Serikat bisa diturunkan dengan adanya inisiatif global. Misalnya, dengan meneken komitmen bersama di antara negara-negara emerging market terutama di Asia untuk koordinasi terkait posisi mata uangnya. Sebagai anggota G20, Indonesia mestinya bisa mengambil inisiatif untuk hal ini, di forum G20 bulan depan di Korea Selatan.Ekonom Iwan Jaya Azis menuturkan, perang mata uang pada dasarnya berepisentrum di China, dengan kebijakannya yang membiarkan pelemahan Yuan. Ditambah terus derasnya capital inflow yang membanjiri negara-negara emerging market seiring masih lambatnya pemulihan ekonomi di AS dan Eropa, mendorong banyak negara memilih kebijakan menahan penguatan mata uangnya. Langkah depresiasi nilai tukar ini ditempuh dengan mengintervensi pasar melalui pemborongan dolar di pasar. Walhasil, nilai cadangan devisa pun semakin membesar dan menyulut kenaikan biaya fiskal. Ini yang terjadi pada China yang memiliki nilai cadev hingga di atas US$ 1 triliun. Menurut Iwan, hal ini perlu koordinasi di tingkat kawasan. China saat ini ditekan agar membiarkan penguatan yuan. Namun China takut karena kalau yuan dibiarkan kuat maka ekspor dia bakal kalah sama negara-negara lain. "China hanya mau melakukan itu jika negara lain juga melakukan hal yang sama, artinya ada tuntutan melakukan komitmen bersama untuk meredakan currency war ini," ujar Iwan yang juga menjabat sebagai Head of Office of Regional Economic Integration Asia Development Bank, Filipina, di sela acara Seminar Internasional tahunan BI di Jakarta, Jumat hari ini (22/10).Komitmen ini lebih berat dituntut untuk kawasan Asia karena kebanyakan capital flow mengalir ke Asia. "Oleh dunia, Asia saat ini dianggap sebagai motor dan dituntut untuk memberi peran lebih," kata Iwan. Forum G20 bulan depan di Korea Selatan bakal menjadi ajang pertemuan global yang panas dan sengit. Terlebih jika China tetap keras kepala dengan kebijakan pelemahan yuan-nya.