Indonesia harus lepas dari jerat neoliberalisme



JAKARTA. Selama kita masih tunduk pada aturan-aturan lembaga neoliberal, maka jangan berharap akan ada Rancangan Undang-Undang (RUU) Perdagangan yang saat ini tengah digodok di DPR bisa mewakili kondisi rakyat.

Hal tersebut disampaikan oleh pengamat ekonomi Ichsanuddin Noersy dalam diskusi di Gedung DPR (22/10).

"Kalau rujukannya masih ke World Trade Organization (WTO) dan Forum Kerjasama Asia Pasifik (APEC), mustahil berharap akan ada RUU Perdagangan yang bisa merepresentasikan kondisi rakyat," ungkap Ichsan.


Menurut Ichsan, dalam draft RUU Perdagangan, hal esensial yang tertuang di dalamnya tidak bicara soal pelaksanaan amanat konstitusi.

"Dari kata pembukaan sampai Pasal 33 UUD 1945, tidak ada semangat menuju ke sana dari RUU ini," paparnya di akhir diskusi.

Ichsan menambahkan, bahwa dalam RUU Perdagangan, Indonesia tidak realistis mengukur kekuatan dan kelemahan ekonomi Indonesia.

"Kalau RUU ini bicara soal kekuatan, maka boleh menggunakan globalisasi. Tetapi kalau RUU ini tidak bicara sisi kelemahan dalam negeri, maka kita akan semakin terjerembap," imbuhnya.

Dia bilang, jangan sampai sektor-sektor yang menguasai hajat hidup orang banyak diliberalkan dalam pengaturannya.

“Pangan misalnya, terus kita liberalkan, semakin tergadaikan kita. Faktanya, sampai saat ini tidak ada pemberdayaan masyarakat. Masyarakat yang mencari inisiatif sendiri. Buktinya, neraca perdagangan dikuasai asing semua, neraca pembayaran juga sama," paparnya.

Oleh karena itu, Ichsan menyerukan agar Indonesia harus melepaskan diri dari jerat neoliberalisme yang akan menyengsarakan rakyat.

"Kemarin Wakil Presiden Budiono masih merujuk pendapat Profesor Widjojo Nitisastro, ya jelas itu neolib," kata Ichsan.

Sebelumnya, Komisi VI DPR-RI tengah membahas RUU Perdagangan yang diajukan oleh pemerintah dan rencananya akan selesai pada akhir tahun ini.

"Kita berharap banyak di RUU ini, kita harus punya undang-undang pangan tersendiri," kata Wakil Ketua Komisi VI, Aria Bima.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan