JAKARTA. Negara-negara berkembang terus mendorong reformasi Dana Moneter Internasional (IMF). Salah satu caranya dengan memperjuangkan kenaikan peran dan kontribusi negara berkembang dalam IMF. Dengan peningkatan kontribusi negara berkembang ini, harapannya kepentingan dan suara negara berkembang bisa menjadi bagian pertimbangan atas kebijakan yang akan dikeluarkan IMF. Wakil Menteri Keuangan Mahendra Siregar mengungkapkan dalam beberapa tahun terakhir negara-negara berkembang anggota IMF terus memperjuangkan reformasi di IMF, sehingga kuota (saham) negara berkembang lebih berimbang. Pada tahun 2013 nanti, Mahendra bilang kuota (saham) negara berkembang di IMF akan meningkat menjadi 44%, dari 39% pada tahun 2012. Sebaliknya, kuota negara maju turun dari 61% menjadi 56%. Sementara itu, kuota Indonesia dalam IMF saat ini sebesar 0,96%. Meski ada peningkatan, namun Mahendra menilai porsi atau kuota negara berkembang di IMF masih perlu ditingkatkan. Pasalnya, peningkatan kuota ini penting agar suara dan kepentingan negara berkembang bisa lebih diakomodasi di dalam setiap kebijakan IMF. Makanya, "Ke depan, kita akan memperjuangkan kuota negara berkembang paling tidak menjadi 50%," jelasnya Selasa (18/12). Dengan kuota yang lebih seimbang, Mahendra berharap ke depan seluruh negara berkembang bisa memberikan kontribusi terhadap sistem moneter yang lebih adil dan berimbang. Konsekuensi dari peningkatan kuota negara berkembang dalam IMF, maka setoran modal negara berkembang ke IMF akan meningkat. Dalam anggaran dasar IMF menyebutkan pelunasan kuota atau modal oleh negara anggota IMF termasuk Indonesia dilakukan dalam bentuk pembayaran 25% saham dengan mata uang IMF (special drawing right atau SDR) dan 75% saham pelunasan kewajibannya dalam bentuk promissory note alias surat janji bayar dengan mata uang setempat. Bagi Indonesia, nilai ini dibayarkan dalam rupiah. Surat janji bayar ini dipegang oleh Bank Indonesia (BI). Setiap tahunnya secara berkala, modal dalam rupiah senilai surat janji bayar ini disesuaikan dengan kurs SDR. Jika mata uang negara pemilik modal ini mengalami depresiasi terhadap SDR, maka negara anggota tersebut menerbitkan tambahan surat janji bayar senilai selisih depresiasi. Hingga saat ini jumlah akumulasi (outstanding) surat janji bayar yang diterbitkan pemerintah Indonesia sebagai penyelesaian atas revaluasi modal Indonesia di IMF sebesar Rp 25,8 triliun. Angka ini tercantum dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tanggal 30 Juni 2012. Mahendra menjelaskan, pencantuman outstanding surat janji bayar dalam LKPP merupakan bagian dari transparansi dan good governance dan pertanggungjawaban atas pembukuan keuangan pemerintah. Ia juga menyangkal dana tersebut merupakan setoran siluman ke IMF. Sebab, "Secara fisik tidak ada outflow neto karena surat janji bayar itu dipegang BI dan akan ditukar dengan posisi modal kita di IMF," katanya. Seperti diketahui, baru-baru ini Direktur Riset Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Yenny Sucipto menyebutkan dalam laporan LKPP semester I tahun 2012 memuat setoran uang pemerintah ke IMF pada tahun 2011 sebesar Rp 25,8 triliun. Dalam LKPP ini menyebutkan setoran pemerintah ke IMF merupakan kewajiban keanggotaan dalam organisasi atau lembaga keuangan internasional. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Indonesia inginkan 50% negara berkembang di IMF
JAKARTA. Negara-negara berkembang terus mendorong reformasi Dana Moneter Internasional (IMF). Salah satu caranya dengan memperjuangkan kenaikan peran dan kontribusi negara berkembang dalam IMF. Dengan peningkatan kontribusi negara berkembang ini, harapannya kepentingan dan suara negara berkembang bisa menjadi bagian pertimbangan atas kebijakan yang akan dikeluarkan IMF. Wakil Menteri Keuangan Mahendra Siregar mengungkapkan dalam beberapa tahun terakhir negara-negara berkembang anggota IMF terus memperjuangkan reformasi di IMF, sehingga kuota (saham) negara berkembang lebih berimbang. Pada tahun 2013 nanti, Mahendra bilang kuota (saham) negara berkembang di IMF akan meningkat menjadi 44%, dari 39% pada tahun 2012. Sebaliknya, kuota negara maju turun dari 61% menjadi 56%. Sementara itu, kuota Indonesia dalam IMF saat ini sebesar 0,96%. Meski ada peningkatan, namun Mahendra menilai porsi atau kuota negara berkembang di IMF masih perlu ditingkatkan. Pasalnya, peningkatan kuota ini penting agar suara dan kepentingan negara berkembang bisa lebih diakomodasi di dalam setiap kebijakan IMF. Makanya, "Ke depan, kita akan memperjuangkan kuota negara berkembang paling tidak menjadi 50%," jelasnya Selasa (18/12). Dengan kuota yang lebih seimbang, Mahendra berharap ke depan seluruh negara berkembang bisa memberikan kontribusi terhadap sistem moneter yang lebih adil dan berimbang. Konsekuensi dari peningkatan kuota negara berkembang dalam IMF, maka setoran modal negara berkembang ke IMF akan meningkat. Dalam anggaran dasar IMF menyebutkan pelunasan kuota atau modal oleh negara anggota IMF termasuk Indonesia dilakukan dalam bentuk pembayaran 25% saham dengan mata uang IMF (special drawing right atau SDR) dan 75% saham pelunasan kewajibannya dalam bentuk promissory note alias surat janji bayar dengan mata uang setempat. Bagi Indonesia, nilai ini dibayarkan dalam rupiah. Surat janji bayar ini dipegang oleh Bank Indonesia (BI). Setiap tahunnya secara berkala, modal dalam rupiah senilai surat janji bayar ini disesuaikan dengan kurs SDR. Jika mata uang negara pemilik modal ini mengalami depresiasi terhadap SDR, maka negara anggota tersebut menerbitkan tambahan surat janji bayar senilai selisih depresiasi. Hingga saat ini jumlah akumulasi (outstanding) surat janji bayar yang diterbitkan pemerintah Indonesia sebagai penyelesaian atas revaluasi modal Indonesia di IMF sebesar Rp 25,8 triliun. Angka ini tercantum dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tanggal 30 Juni 2012. Mahendra menjelaskan, pencantuman outstanding surat janji bayar dalam LKPP merupakan bagian dari transparansi dan good governance dan pertanggungjawaban atas pembukuan keuangan pemerintah. Ia juga menyangkal dana tersebut merupakan setoran siluman ke IMF. Sebab, "Secara fisik tidak ada outflow neto karena surat janji bayar itu dipegang BI dan akan ditukar dengan posisi modal kita di IMF," katanya. Seperti diketahui, baru-baru ini Direktur Riset Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Yenny Sucipto menyebutkan dalam laporan LKPP semester I tahun 2012 memuat setoran uang pemerintah ke IMF pada tahun 2011 sebesar Rp 25,8 triliun. Dalam LKPP ini menyebutkan setoran pemerintah ke IMF merupakan kewajiban keanggotaan dalam organisasi atau lembaga keuangan internasional. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News