JAKARTA. Tak hanya buah sawit yang laku di pasar ekspor. Limbah sawit pun ternyata punya peluang cukup besar untuk menguasai ekspor. Tren permintaan ekspor limbah sawit berupa cangkang dan tandan buah kosong terus berkembang pesat sejak tiga tahun belakangan. Melihat peluang tersebut, delegasi sawit Indonesia melakukan kunjungan diplomasi sekaligus promosi dagang ke Tokyo, sejak 10 - 14 Juli 2017. Delegasi tersebut terdiri dari wakil Kementerian ESDM, Kementerian Perdagangan, Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Sawit, Perhepi, Aprobi, Apcasi, serta wakil dari beberapa eksportir. Ketua Umum Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi), Bayu Krisnamurthi, mengatakan, kegiatan tersebut dilakukan karena pelaku usaha melihat adanya fenomena baru ekspor produk sawit. Ekspor cangkang sawit dan tandan kosong sawit naik cukup pesat beberapa tahun belakangan. "Ekspor biomasa sawit ke Jepang tahun 2016 mencapai 450.000 ton dan ke Korea mencapai 400.000 ton. Jika dihitung nilai ekspornya, total kedua negara tersebut, nilainya lebih dari Rp 1 triliun," ungkap Bayu dalam keterangan pers, Rabu (12/7). Ia memaparkan, permintaan ekspor cangkang sawit oleh perusahaan-perusahaan Jepang tumbuh lebih dari 40% per tahun, dalam tiga tahun terakhir. Harga cangkang sawit saat ini dibanderol, sekitar US$ 80 - US$ 85 per ton f.o.b. Menurut informasi dari Kementerian Ekonomi, Perdagangan, dan Industri Jepang, menyebutkan bahwa energi mix Jepang saat ini telah mencapai 14,6%. Energi tersebut berupa energi baru dan terbarukan (EBT). Sekitar 2% bahan bakunya berasal dari bioenergi, salah satunya, cangkang sawit. Jepang punya target untuk meningkatkan EBT menjadi 25% pada tahun 2030 mendatang. Begitu juga dengant bioenerginya, menjadi 4%. Pemerintah Jepang juga berencana menetapkan kebijakan harga jual listrik dari EBT atau yang dikenal dengan Feed in Tariff, sehingga nantinya dapat menarik investasi. Peluang besar ini, tentu tak luput dari perhatian para pelaku usaha. Ketua Asosiasi Pengusaha Cangkang Sawit Indonesia, Dikky Akhmar menyatakan, beberapa perusahaan akan menandatangani kontrak penjualan cangkang sawit dengan pihak Jepang. Kontrak tersebut berlangsung selama 10 tahun kedepan. "Rencananya akan digunakan untuk 5 pembangkit listrik di Jepang dengan kapasitas sekitar 320 mega watt (MW)," tuturnya. Duta Besar Indonesia di Tokyo, Arifin Tasrif, menambahkan, telah ada rencana investasi pembangunan pembangkit listrik sebesar 40 MW di Ibaraki, Jepang. Proyek tersebut nantinya juga akan menggunakan biofuel sawit dari Indonesia sebagai bahan baku energi. Kegiatan pengiriman delegasi tersebut dilaksanakan atas undangan Atase Perdagangan Tokyo dan ITPC Osaka. Dalam acara itu, asosiasi dan ekportir sawit Indonesia dipertemukan dengan 30 importir besar asal Tokyo dan Osaka. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Indonesia jajaki ekspor cangkang sawit ke Jepang
JAKARTA. Tak hanya buah sawit yang laku di pasar ekspor. Limbah sawit pun ternyata punya peluang cukup besar untuk menguasai ekspor. Tren permintaan ekspor limbah sawit berupa cangkang dan tandan buah kosong terus berkembang pesat sejak tiga tahun belakangan. Melihat peluang tersebut, delegasi sawit Indonesia melakukan kunjungan diplomasi sekaligus promosi dagang ke Tokyo, sejak 10 - 14 Juli 2017. Delegasi tersebut terdiri dari wakil Kementerian ESDM, Kementerian Perdagangan, Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Sawit, Perhepi, Aprobi, Apcasi, serta wakil dari beberapa eksportir. Ketua Umum Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi), Bayu Krisnamurthi, mengatakan, kegiatan tersebut dilakukan karena pelaku usaha melihat adanya fenomena baru ekspor produk sawit. Ekspor cangkang sawit dan tandan kosong sawit naik cukup pesat beberapa tahun belakangan. "Ekspor biomasa sawit ke Jepang tahun 2016 mencapai 450.000 ton dan ke Korea mencapai 400.000 ton. Jika dihitung nilai ekspornya, total kedua negara tersebut, nilainya lebih dari Rp 1 triliun," ungkap Bayu dalam keterangan pers, Rabu (12/7). Ia memaparkan, permintaan ekspor cangkang sawit oleh perusahaan-perusahaan Jepang tumbuh lebih dari 40% per tahun, dalam tiga tahun terakhir. Harga cangkang sawit saat ini dibanderol, sekitar US$ 80 - US$ 85 per ton f.o.b. Menurut informasi dari Kementerian Ekonomi, Perdagangan, dan Industri Jepang, menyebutkan bahwa energi mix Jepang saat ini telah mencapai 14,6%. Energi tersebut berupa energi baru dan terbarukan (EBT). Sekitar 2% bahan bakunya berasal dari bioenergi, salah satunya, cangkang sawit. Jepang punya target untuk meningkatkan EBT menjadi 25% pada tahun 2030 mendatang. Begitu juga dengant bioenerginya, menjadi 4%. Pemerintah Jepang juga berencana menetapkan kebijakan harga jual listrik dari EBT atau yang dikenal dengan Feed in Tariff, sehingga nantinya dapat menarik investasi. Peluang besar ini, tentu tak luput dari perhatian para pelaku usaha. Ketua Asosiasi Pengusaha Cangkang Sawit Indonesia, Dikky Akhmar menyatakan, beberapa perusahaan akan menandatangani kontrak penjualan cangkang sawit dengan pihak Jepang. Kontrak tersebut berlangsung selama 10 tahun kedepan. "Rencananya akan digunakan untuk 5 pembangkit listrik di Jepang dengan kapasitas sekitar 320 mega watt (MW)," tuturnya. Duta Besar Indonesia di Tokyo, Arifin Tasrif, menambahkan, telah ada rencana investasi pembangunan pembangkit listrik sebesar 40 MW di Ibaraki, Jepang. Proyek tersebut nantinya juga akan menggunakan biofuel sawit dari Indonesia sebagai bahan baku energi. Kegiatan pengiriman delegasi tersebut dilaksanakan atas undangan Atase Perdagangan Tokyo dan ITPC Osaka. Dalam acara itu, asosiasi dan ekportir sawit Indonesia dipertemukan dengan 30 importir besar asal Tokyo dan Osaka. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News