KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Pemerintah Indonesia dan Jepang menyepakati kerja sama program dekarbonisasi untuk mencapai target
Net Zero Emission (NZE). Pemerintah Indonesia melalui Kementerian ESDM menandatangani nota kesepahaman atau
Memorandum of Understanding (MoU) dengan New Energy and Industrial Technology Development Organization (NEDO) Jepang. Kerja sama tersebut ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, dan Presiden NEDO, Yokoshima Naohiko, di sela-sela acara pertemuan kedua AZEC Ministerial Meeting di Jakarta, Rabu, 21 Agustus 2024.
Baca Juga: Dirikan AZEC Center, Indonesia Dorong Komitmen Transisi Energi “MoU ini merupakan tahap awal untuk melakukan studi kelayakan bersama. Setelah itu, hasilnya akan dibahas di AZEC bersama pemerintah dan METI. Selanjutnya, akan ditentukan dukungan tambahan dari AZEC untuk pengembangan energi bersih di Indonesia,” ujar Dadan dalam siaran pers, Rabu (21/8). Menteri Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Rosan Roeslani menekankan peran AZEC sebagai forum terobosan (breakthrough) dalam mengatasi emisi dan perubahan iklim di Kawasan Asia Tenggara. "AZEC adalah platform bagi negara-negara di kawasan untuk menunjukkan kerja sama dan tindakan yang berani dalam mengurangi emisi dan mengatasi perubahan iklim di sektor energi melalui promosi pengembangan Energi Terbarukan, Bahan Bakar Nabati dan Bahan Bakar Penerbangan Berkelanjutan, hidrogen, amonia, penangkapan dan penyimpanan karbon, dekarbonisasi batubara, dan inisiatif Industri Nol Bersih," kata Rosan.
Baca Juga: 10 Tahun Jokowi, Pemerintah Serius Bangun Industri untuk Majukan Ekonomi Dalam perjanjian ini, kedua negara sepakat untuk mendorong dekarbonisasi sektor energi melalui pemanfaatan sumber energi yang tersedia, penerapan teknologi energi bersih, serta efisiensi energi. Secara spesifik, Indonesia dan Jepang akan mengembangkan energi terbarukan, seperti tenaga surya, air, angin, dan bioenergi (biomassa, bio-metana, dan biofuel). Selain itu, keduanya juga akan memproduksi hidrogen dan membangun rantai pasokannya, serta mengoptimalkan teknologi konservasi energi, termasuk pembangkit listrik hibrid berbasis surya dan diesel, pompa panas (heat pump), dan sistem cogeneration WHP (waste heat to power). Kerja sama ini juga mencakup penerapan teknologi elektrifikasi di sektor industri, pengembangan teknologi jaringan pintar, serta manajemen sisi permintaan. Di samping itu, Indonesia dan Jepang juga akan mengembangkan model Energy Services Company (ESCO), meningkatkan nilai tambah batu bara untuk keperluan industri—seperti produksi grafit buatan dan bahan kimia dari batu bara—hingga pengelolaan limbah dalam pengolahan mineral kritis.
Baca Juga: Kemenperin Dorong Pemanfaatan Hidrogen dalam Pengembangan Energi Terbarukan NEDO sendiri merupakan lembaga penelitian dan pengembangan di bawah Kementerian Ekonomi, Perdagangan, dan Industri (METI) Jepang, yang didirikan pada tahun 1980. NEDO berfokus pada inovasi teknologi untuk menghadapi tantangan energi dan lingkungan global. Sebagai akselerator inovasi, NEDO bekerja sama dengan industri, akademisi, dan pemerintah untuk merumuskan langkah strategis dan rencana aksi dari proyek-proyek penelitiannya. Salah satu proyek di Indonesia yang mendapat dukungan NEDO adalah pengembangan unit pertama produksi hidrogen hijau dari PLTP Lahendong Binary (500 kW) hingga tahap komersial. Selain itu, ada juga proyek demonstrasi Energy Management System (EMS) di Nunukan, Pulau Sebatik, yang menggabungkan PLTS dan PLT biomassa dengan PLTG dan PLTD yang sudah ada di wilayah tersebut. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto