Indonesia-Jepang sepakat review IJEPA



JAKARTA. Indonesia-Jepang sepakat k me-review kembali perjanjian sektor ekonomi kedua negara dalam wadah Indonesia Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA). Review IJEPA sebagaimana ditetapkan dalam perjanjian ini di fokuskan pada implementasi pelaksanaan serta perubahan pasal-pasal perjanjian.  "Menteri Perdagangan Jepang dan Menteri Perdagangan Indonesia sepakat untuk memulai lagi evaluasi Indonesia-Jepang," kata Direktur Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional (KPI) Kementerian Perdagangan (Kemendag), Bachrul Chairi, akhir pekan lalu. Bagi Indonesia, review IJEPA difokuskan pada peningkatan peran Jepang dalam meningkatkan ekspor barang dan jasa Indonesia ke Jepang. Selain itu juga untuk meningkatnya investasi, daya saing dan penguatan industri dalam negeri serta produk ekspor Indonesia ke pasar dunia.  Dalam evaluasi IJEPA, pemerintah akan menagih janji Jepang, yaitu memberikan akses yang lebih luas bagi produk pertanian, kehutanan, kelautan serta beberapa produk Industri. Meski belum final, namun kalangan pengusaha Jepang telah memberikan sinyal positif terhadap rencana review IJEPA, yakni peningkatan investasi. Di sektor otomotif, misalnya, Toyota berkomitmen menambah investasi dalam tiga tahun meningkat 25%. Selain itu, pabrikan otomotif lain seperti Mitsubishi dan Honda juga akan meningkatkan investasinya. Sekadar catatan, Jepang adalah investasi asing terbesar kedua yang masuk ke Indonesia. Pada periode 2010 hingga kuartal III tahun 2014, nilai investasi Jepang mencapai US$ 11,4 miliar dengan 2.314 proyek atau 10,34% dari total nilai investasi asing di Indonesia.  Mayoritas investasi Jepang masuk ke sektor industri kendaraan bermotor dan alat transportasi lain (otomotif) serta industri logam, mesin dan elektronik. Nilai investasi Jepang pada sektor otomotif mencapai US$ 5,99 miliar atau 71,84% dari total investasi asing. Sementara pada industri logam, mesin dan elektronik, nilai investasinya US$ 1,9 miliar atau 19,49% dari total investasi asing. Pada dasarnya, neraca perdagangan Indonesia dengan Jepang, baik sebelum dan sesudah perjanjian IJEPA surplus bagi Indonesia. Di 2004, surplus bagi Indonesia US$ 4,7 miliar. Periode Januari-Oktober tahun 2013 Indonesia juga mencatat surplus neraca perdagangan US$ 6,2 miliar. Namun, ada catatan dari surplus ini. Selama periode 5 tahun IJEPA, yakni 2009-2013, surplus Indonesia tersebut cenderung menurun sebesar 3,9%.  Enny Sri Hartati, Direktur Institute for Development of Economic and Finance (Indef), mengatakan, dalam review IJEPA pemerintah harus benar-benar memetakan secara jelas sektor ekonomi yang menjadi prioritas. "Selama ini kita tidak tahu yang kita butuhkan, yang mempunyai keunggulan di sektor apa," ujar Enny. Dalam negosiasi investasi misalnya, Enny bilang, perlu adanya dukungan regulasi untuk menjamin kepastian usaha. Meski begitu, perlu adanya perjanjian yang menyatakan bila proporsi impor bahan baku akan terus berkurang dalam periode waktu tertentu. Hal ini penting untuk mendorong sektor industri dasar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Mesti Sinaga