Indonesia Kembali Negosiasikan Pendanaan Pemensiunan Dini PLTU ke AS



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah Indonesia kembali mendekati Amerika Serikat terkait pendanaan untuk pemensiunan dini pembangkit batubara dari skema Kemitraan Transisi Energi yang Adil (Just Energy Transition Partnership/JETP).

Melansir laman resmi Kementerian Luar Negeri, Presiden Joko Widodo telah melakukan pertemuan bilateral dengan Presiden Joe Biden di White House, Washington DC, 13 November 2023.

Salah satu kesepakatan dalam pertemuan itu ialah pentingnya implementasi pendanaan Just Energy Transition Partnership atau JETP. Presiden RI menyampaikan agar Amerika Serikat dapat mendukung upaya mempercepat transisi energi Indonesia, termasuk program Early Retirement PLTU & pengembangan jaringan transmisi dan distribusi kelistrikan Indonesia.


Pendanaan JETP senilai US$ 20 miliar dipimpin bersama oleh Amerika Serikat dan Jepang atas nama G7. Adapun negara lain yang terlibat di dalam skema pendanaan ini tergabung ke dalam Kelompok Mitra Internasional (International Partnership Group/IPG) yang terdiri dari Kanada, Denmark, Uni Eropa, Prancis, Jerman, Italia, Norwegia, dan Inggris.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Arifin Tasrif menerangkan pendanaan pemensiunan dini PLTU yang ada saat ini sayangnya hampir sama dengan pendanaan komersial.

Baca Juga: Eksekusi Pemensiunan Dini PLTU Cirebon 1 Akan Diumumkan di COP 28

“Kemarin juga dipertanyakan Presiden (Indonesia) ke Pak Biden (Presiden Amerika) bahwa harus ada sumber dana yang beban bunganya (berbeda) dan memudahkan, tidak seperti komersial,” jelasnya ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Jumat (17/11).

Arifin memastikan pendanaan dari skema Just Energy Transition Partnership (JETP) tetap akan bergulir untuk salah satu proyek pemensiunan dini PLTU.

Dalam catatan Kontan.co.id, sudah ada satu proyek pemensiunan dini yang dipastikan mendapatkan dana JETP yakni PLTU Cirebon-1. Proyek suntik mati PLTU ini merupakan yang pertama meraih dukungan dari Asian Development Bank (ADB) melalui Energy Transition Mechanism (ETM).

Melansir di dalam Draf Dokumen Investasi dan Kebijakan Komprehensif atau comprehensive investment and policy plan (CIPP), PLTU Cirebon-1 berkapasitas 660 MW melistriki sistem Jawa-Madura-Bali.

Pembangkit ini seharusnya dapat beroperasi sampai 2045, namun dengan dipangkas umurnya 8 tahun, pembangkit ini  hanya akan beroperasi sampai 2037. Estimasi investasi proyek ini sekitar US$ 300 juta.

Dalam catatan Kontan.co.id, Kepala Sekretariat JETP Indonesia, Edo Mahendra, mengatakan  JETP akan merealisasikan program  Investment Focus Area 2, yaitu pemensiunan dini PLTU pada akhir tahun ini dengan skema ETM.

Kendati demikian, hal ini tidak berarti bahwa PLTU yang disasar akan berhenti beroperasi saat itu juga.

“Bukan ditutup end of this year ya, di-exercise,” ujar Edo kepada Kontan.co.id, Minggu (5/11).

Senada, Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana menyatakan, di tahun ini ada satu proyek pemensiunan dini PLTU yang akan ditransaksikan.

Baca Juga: PLN Buka Peluang Kemitraan Pendanaan dengan JETP

“Ditranskasi bukan untuk langsung dimatikan tahun ini. Tetapi tahun ini akan ada transkasi, artinya ada ‘proses komersial’ kalau komersial ada jual beli bisnis,” tegasnya.

Dadan menyatakan,  proyek coal phase out ini akan dinilai layak (feasible) ketika dari sisi investasi dan teknis dampak ke sistem ketanagalistrikan sudah tertakar dengan baik.

Selain PLTU Cirebon-1, dana JETP juga akan diprioritaskan untuk mendukung pemensiunan dini PLTU Pelabuhan Ratu.

Pembangkit yang berlokasi di Sukabumi ini berkapasitas 969 MW menyalurkan listrik untuk sistem Jawa-Madura-Bali. Pembangkit ini seharusnya dapat beroperasi hingga 2042., namun dengan dipensiunkan dini, umur pembangkit ini dipangkas 5 tahun sehingga hanya beroperasi sampai 2037. Estimasi investasi pemensiunan dini PLTU Pelabuhan Ratu senilai US$ 870 juta.

Jika ditotal, jumlah PLTU yang akan dipensiunkan hanya sebesar 1,629 GW dengan estimasi investasi US$ 1,17 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari